Sugimanto mendekat dan mendapati sosok orang yang tengah menggantung, kemudian pulang dan memberitahu tetangganya, Muhammad Rifai.
Sekira pukul 14.20, Rifai mengecek ke lokasi dan membenarkan temuan Sugimanto, kemudian melaporkan pada Bhabinkamtibmas Kelurahan Tembalang.
Kemudian informasi tersebut dilaporkan ke Mapolsek Tembalang.
Dari pihak Mapolsek mendatangi dan mengamankan Tempat Kejadian Perkara (TKP), kemudian menghubungi Indonesian Automatic Fingerprint System (Inafis) Polrestabes Semarang untuk melakukan olah TKP.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan oleh dr. Arge Raviadi dari Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Kota Semarang dan dinyatakan korban meninggal dunia dan tidak ada tanda-tanda kekerasan.
Korban selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang.
Berdasarkan laporan Polsek Tembalang pada Polrestabes Ungaran, diperoleh informasi korban bernama Muhammad Farhan Somi Putra berusia 21 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.
Farhan tercatat sebagai mahasiswa dan tinggal di Kelurahan Pasar Melintang, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu.
Berdasarkan pencarian di Portal Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti), Farhan merupakan mahasiswa Program Studi (Prodi) Hukum, Fakultas Hukum (FH), Universitas Diponegoro (Undip) Semarang tahun masuk atau angkatan 2019.
Sayangnya, hingga artikel ini ditayangkan, belum ada jawaban dari pihak Undip terkait temuan ini.
Di akun Linkedin, Farhan menuliskan berasal dari Bengkulu, Indonesia.
Diperoleh informasi, Farhan merupakan anak dari dosen hukum tata negara di Program Studi (Prodi) Kenotariatan Fakultas Hukum (FH) Universitas Bengkulu (Unib), Dr. Elek Tison Somi, S.H., M.Hum.
Menanggapi hal tersebut, Dosen Psikologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Elizabeth, Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si., menduga aksi bunuh diri oleh mahasiswa karena mereka sudah buntu dengan permasalahan yang dihadapi.
Sebagai remaja, mahasiswa dihadapkan pada permasalahan ekspektasi yang tidak sesuai dengan realita yang memicu perasaan depresi dan dorongan melakukan bunuh diri.
“Kunci dari permasalahan para remaja ini ialah komunikasi. Mereka bisa menyampaikan permasalahan atau sekadar bercerita dengan kawan sebaya maupun dengan orang tua,” ungkap Probowatie Tjondronegoro.
Ia menyebutkan, dengan bercerita dapat mengurangi beban dan menyampaikan keluhan maupun kekecewaan para remaja ini.
Tentu saja, dalam komunikasi tentu harus menghilangkan aspek penghakiman untuk menitikberatkan solusi atas permasalahan yang dihadapi mahasiswa.
“Memang ada kecenderungan orang tua menggunakan perspektif mereka dalam menghadapi problematika anak. Dalam proses awal komunikasi pasti ada gesekan, terjadi konflik di awal, tapi harus kembali lagi pada rel awal untuk mencari solusi atas permasalahan,” terangnya lagi.
Penyelesaian permasalahan dengan komunikasi dalam kehidupan remaja harus berdasarkan solusi sembari memberi pemahaman bahwa ekspektasi di kepala tidak selalu sama dengan realita.
Sementara itu, Siswanto, S.Psi., M.Si., selaku dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Kota Semarang menyatakan pihaknya berkomitmen memberikan pendampingan pada mahasiswa dalam menghadapi permasalahan terkait psikologi dan hukum.