TRIBUNHEALTH.COM - Indonesia merupakan wilayah yang bisa merasakan matahari sepanjang tahun.
Pasalnya Indonesia berada di wilayah ekuator.
Walau demikian, sayangnya pada 2020, rata-rata vitamin D penduduk Indonesia paling rendah di antara 5 negara besar di Asia Tenggara.
Baca juga: Tak Hanya Orang Dewasa, Anak dan Bayi Memerlukan Paparan Sinar Matahari untuk Pembentukan Vitamin D
Yaitu hanya berkisar 17,2 ng/ml dalam darah.
Padahal dalam kriteria, angka dibawah 30 menunjukkan kondisi yang tidak baik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Founder Vitamin D Society Indonesia, dr. Henry Suhendra, Sp.OT.
Dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribunnews, kondisi tersebut terjadi karena berbagai faktor.
1. Faktor Lingkungan
Dalam pembentukan vitamin D terdapat ultraviolet indeks tertentu.
Biasanya sudah muncul pada waktu siang hari.
Meskipun Indonesia terus disinari oleh matahari, tetapi juga perlu memperhatikan cuaca.
Baca juga: Berikut Adalah Tips Kulit Tetap Sehat dan Besinar Saat Cuaca Panas
"Apakah mendung terus atau apakah ada polusi banyak, akan menghambat sinar matahari mencapai kita," terang Henry.
Sehingga meskipun berada di garis khatulistiwa, masyarakat Indonesia juga penting memperhatikan waktu yang tepat dalam mendapatkan sinar matahari yang bisa menghasilkan vitamin D lewat ultraviolet B.
Mengingat pada pagi hari, justru lebih banyak ultraviolet A yang bisa membuat kerusakan di kulit.
Untuk mendapatkan Ultraviolet B puncaknya pada pukul 11 dan 1 siang.
2. Skin Time
Baca juga: Kekurangan Vitamin D Tingkatkan Risiko Penyakit Kardiovaskular, Termasuk Stroke
Orang yang bisa mendapatkan vitamin D paling banyak adalah jika memiliki skin time tipe 1.
Masyarakat Asia Tenggara rata-rata memiliki skin time tipe 4.
"Dengan kata lain kalau kita tipe 4, itu kita harus 4 kali lipat daripada orang bule. Itu dari tipe kulit," tambah Henry.
3. Penggunaan Sublock