TRIBUNHEALTH.COM - Ejakulasi di luar vagina sudah lama dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatur jarak kehamilan dalam rumah tangga.
Istilah ini merujuk pada cara dimana suami mengeluarkan penis dari vagina dan ejakulasi di luar organ genital istri saat berhubungan.
Dengan demikian, diharapkan tidak ada sperma yang masuk ke organ reproduksi istri.
Namun apakah metode ini bisa diandalkan?
Bukan pilihan terbaik

TribunHealth.com pernah melansir keterangan Dr. Sue Mann, konsultan kesehatan seksual dan reproduksi dan ahli medis kesehatan reproduksi di Public Health England, dari Medical News Today.
Ia mengatakan bahwa metode ini bukan cara terbaik untuk mencegah kehamilan.
“Metode penarikan (coitus interruptus) bukanlah cara yang dapat diandalkan untuk mencegah kehamilan,” kata Dr. Mann.
Ketika digunakan secara akurat, ini dapat mengurangi risiko kehamilan.
Namun tak ada yang bisa menjamin akurasinya ketika pasangan sedang menikmati hubungan.
Baca juga: 4 Alasan Tempe Cocok untuk Menu Makan si Kecil, Jadi Selingan agar Anak Tak Bosan Protein Hewani
Cairan precum bisa mengandung sperma
Saat berhubunan, pria juga mengeluarkan cairan praejakulasi atau precum, yang masih berpotensi menyebabkan kehamilan.
Cairan ini sebagian besar adalah pelumas, tetapi juga dapat mengandung sperma.
Apalagi cairan precum keluar tanpa bisa dikontrol dan kendalikan, berbeda dengan ejakulasi.
Ini menyebabkan masuknya sperma ke organ reproduksi istri tanpa disadari.
Penelitian

Medical News Today merujuk satu penelitian dimana para ilmuwan memeriksa sampel pra-ejakulasi dari 27 peserta.
Setiap relawan menyediakan maksimal lima sampel.
Menariknya, para peneliti menemukan sperma di semua atau tidak sama sekali dari sampel mereka.
Dengan kata lain, beberapa orang cenderung memiliki sperma sebelum ejakulasi, sementara yang lain tidak.
Para penulis menyimpulkan:
“Kondom harus terus digunakan sejak saat pertama kontak genital, meskipun mungkin beberapa pria, yang kemungkinan kecilnya mengeluarkan spermatozoa dalam cairan pra-ejakulasi mereka, mampu mempraktikkan coitus interruptus lebih berhasil daripada yang lain.”
(TribunHealth.com)