TRIBUNHEALTH.COM - Rumah sakit jantung dan pembuluh darah Heartology Cardiovascular Hospital dengan bangga mengumumkan bahwa Heartology menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA) untuk penanganan fibrilasi atrium (FA).
Mengingat penyakit jantung merupakan penyakit mematikan yang mengancam masyarakat Indonesia, teknologi ini diharapkan dapat menjadi sebuah game changer dalam pengobatan fibrilasi atrium.
Untuk diketahui, fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut sangat cepat dan tidak beraturan. Jika secara normal jantung biasa berdenyut sekitar 60-100 kali per menit saat sedang bersantai, dalam kondisi FA serambi jantung dapat berdenyut lebih dari 400 kali per menit.
Gangguan irama jantung (aritmia) ini dapat meningkatkan risiko stroke hingga 4-5 kali lipat dan berakibat fatal tanpa penanganan yang tepat dengan segera.
Ahli aritmia Heartology Cardiovascular Hospital, Dr. dr. Dicky Armein Hanafy Sp.JP(K), menjelaskan gejala-gejala aritmia bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti kelainan struktur jantung, tekanan darah tinggi, gangguan tiroid atau bahkan efek samping obat-obatan tertentu.
“Gejala aritmia yang sering dikeluhkan antara lain jantung berdebar (palpitasi), pusing, nyeri dada, atau mudah lelah. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana deteksi dini dilakukan. Pemeriksaan seperti elektrokardiogram (EKG) atau monitor jantung Holter dapat membantu mendiagnosis aritmia sejak awal sehingga pengobatan bisa lebih efektif,” jelas Dr. dr. Dicky Armein Hanafy Sp.JP(K) dalam acara diskusi bersama media di Heartology Cardiovascular Hospital, Jakarta, Rabu (8/1/2024).
Babak baru penanganan fibrilasi atrium di Indonesia
Umumnya, penanganan fibrilasi atrium dapat dilakukan dengan terapi obat-obatan (medikamentosa), kontrol faktor risiko, serta kateter ablasi untuk pasien yang tidak mempan dengan obat-obatan.
Tindakan kateter ablasi juga sangat penting untuk mencegah gagal jantung, menurunkan risiko stroke, dan memperpanjang usia pasien.
Namun, tindakan ablasi yang sudah dilakukan di Indonesia sejauh ini, masih memiliki keterbatasan seperti lama penanganan yang bisa memakan waktu hingga berjam-jam.
Kini, harapan makin terbuka untuk para pasien yang mengalami gangguan irama jantung, dengan hadirnya PFA di Heartology.
Sebagai inovasi mutakhir dalam dunia kardiologi yang membawa pendekatan baru pada tatalaksana fibrilasi atrium, PFA menjadi salah satu kategori kateter ablasi (tindakan invasif minimal non-bedah) non-thermal.
Tindakan ini bekerja melalui proses electroporation, yaitu pengiriman gelombang listrik pendek yang membuka pori-pori membran sel sehingga jaringan yang ditargetkan dapat dihancurkan dengan aman tanpa mempengaruhi jaringan lainnya.
Baca juga: dr. Sunu Budhi Sampaikan Beberapa Cara yang bisa Dilakukan Guna Mendeteksi Diri dari Aritmia Jantung
Tatalaksana ini berbeda dengan ablasi thermal yang menggunakan energi radio frekuensi, yaitu energi panas untuk menciptakan lesi, atau energi krio (cryo) yang menggunakan energi dingin untuk membekukan jaringan. Dengan sifat terapinya yang selektif, maka tindakan ablasi dengan PFA berlangsung lebih cepat, lebih efektif dan lebih aman bagi pasien.
Penanganan FA Perdana dengan Teknologi PFA oleh Heartology

Tindakan PFA perdana oleh Heartology telah dilaksanakan pada seorang pasien berusia 65 tahun asal Sumatera Barat, pada tanggal 28 Desember 2024 lalu.
Pasien tersebut telah lama mengalami kondisi fibrilasi atrium, dengan beberapa keluhan seperti berdebar, dada tidak nyaman, dan mudah lelah dalam beraktivitas. Pasien juga sudah menjalani pengobatan FA di daerah asalnya selama beberapa tahun, namun kondisi aritmianya tidak kunjung sembuh.
Dengan tekad yang bulat dan harapan besar untuk bisa sembuh, sang pasien pun mencari solusi lebih lanjut dan akhirnya dirujuk oleh dokternya di Sumatera Barat ke Heartology Cardiovascular Hospital.
dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD yang menangani pasien tersebut menjelaskan secara detail keunggulan teknologi PFA dalam pengobatan fibrilasi atrium.
“Awalnya ada pemicu tadi (yang membuat gangguan irama jantung), hanya dalam waktu 2,5 detik di satu area sudah hilang dengan PFA. Inilah kecepatan yang luar biasa dengan teknologi terbaru. Mungkin tidak sampai satu jam, rekaman denyut jantungnya sudah normal dan iramanya kembali teratur,” jelas dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD.
Dengan pengalamannya menangani pasien FA menggunakan teknologi PFA, dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD menjelaskan bahwa teknologi ini tidak hanya lebih aman dibandingkan metode ablasi konvensional, tetapi juga mempercepat waktu prosedur dan pemulihan pasien.
“Ini berarti pasien dapat kembali menjalani aktivitas mereka dengan lebih cepat dan risiko komplikasi yang lebih rendah,” tutup dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD.
Penerapan PFA mengukuhkan posisi Heartology Cardiovascular Hospital sebagai pelopor dalam pelayanan kardiologi di Indonesia, sekaligus memberikan harapan baru bagi pasien dengan gangguan irama jantung.
Direktur Heartology Cardiovascular Hospital, Dr. dr. Faris Basalamah, Sp.JP(K), menekankan Heartology terus berkomitmen sebagai rumah sakit yang berfokus pada tatalaksana kardiovaskular, yang selalu mengedepankan inovasi demi menempatkan kenyamanan dan keamanan pasien sebagai prioritas utama.
Kehadiran teknologi PFA di Heartology ini merupakan bentuk komitmen rumah sakit untuk membawa layanan kesehatan jantung di Indonesia ke standar internasional.
“PFA memiliki keunggulan dibandingkan teknologi ablasi yang sebelumnya dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi, dengan nilai keampuhan pengobatan setara terhadap pasien atrial fibrilasi yang persisten maupun non-persisten,” kata dr. Faris Basalamah.
Ia juga meyakini bahwa keberhasilan ini tidak hanya berlandaskan teknologi, tetapi juga kerja sama tim yang solid antara dokter, tenaga medis, dan seluruh pihak yang terlibat dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.
Baca juga: Apa Bahaya dari Aritmia Jantung? Berikut Ulasan dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP