Breaking News:

Dokter Bedah Saraf Jelaskan Apa Itu Epilepsi, Sebabkan Kerusakan Otak jika Tak Ditangani

Tanpa penanganan yang mumpuni, epilepsi dapat dengan mudah menyebabkan kerusakan otak

Penulis: Ahmad Nur Rosikin | Editor: Ahmad Nur Rosikin
kompas.com
ilustrasi seseorang yang mengalami epilepsi 

TRIBUNHEALTH.COM - Dokter Spesialis Bedah Saraf RS Telogorejo Semarang, Prof. DR. dr. Zainal Muttaqin, Sp.BS., Ph.D menjelaskan apa itu penyakit epilepsi.

Penjelasan itu dia sampaikan ketika menjadi narasumber program Healthy Talk TribunHealth.com.

dr. Zainal Muttaqin menjelaskan, epilepsi merupakan kondisi ketika seseorang mudah mengalami kejang.

Hal ini disebabkan adanya kelainan di dalam otak.

Hanya saja, penyebab pasti apa yang terjadi di otak tidak selalu bisa diketahui.

“Epilepsi itu keadaan yang diderita, yang dialami, oleh seseorang di mana mudah sekali mengalami serangan kejang, salah satunya itu,” katanya, kepada TribunHealth.com.

Dia menganalogikan epilepsi dengan kejadian korsleting listrik.

Ilustrasi seorang pasien yang mengidap epilepsi sejak bayi
Ilustrasi seorang pasien yang mengidap epilepsi sejak bayi (health.kompas.com)

“Di otak kita ada puluhan miliar sel otak, dan apabila ada sekelompok sel atau badan sel di otak yang aktivitas listriknya korslet… ya kalau di rumah tangga kita sering listriknya korslet tahu-tahu mati semuanya… Jadi kalau di otak ada yang korslet listriknya, maka yang bisa kita lihat, wujud yang paling sering adalah pasien itu, orang itu, mengalami kejang,” katanya.

Orang yang mengalami epilepsi juga mengalami kejang berulang.

Misalnya jika hari ini dia mengalami kejang, keesokan harinya bisa saja mengalami masalah serupa.

2 dari 4 halaman

“Kalau kemudian dengan jarak lebih dari 24 jam itu akan terulang lagi. Kemudahan orang itu mengalami serangan kejang yang berulang itu kita sebut sebagai epilepsi.”

Epilepsi merupakan kondisi yang harus diatasi segera.

Baca juga: Mengapa Ibu Hamil Perlu Rutin Kontrol Tensi Darah? Ini Jawaban Dokter Obgyn

Jika dibiarkan dalam jangka waktu panjang, epilepsi dapat merusak otak dan menyebabkan dampak permanen.

“Jadi kalau ini terus dibiarkan, terus terjadi, maka akibatnya nanti adalah kerusakan pada sel-sel otak kita,” katanya.

“Korban pertama dari satu bentuk serangan kejang adalah terjadi kerusakan dan sampai kematian sel-sel otaknya, bukan semuanya, tapi sedikit.”

“Namun, sedikit itu kalau terus berulang jadi banyak,” pungkas dr. Zainal. 

Peran pengobatan

Ilustrasi pengobatan
Ilustrasi pengobatan (Pixabay)

Kepada TribunHealth.com, dr. Zainal Muttaqin memaparkan bahwa sebagian besar kasus epilepsi bisa dikontrol dengan obat.

“Dari data yang ada di dunia kedokteran, jika ada 100 anak yang dinyatakan menderita atau menyandang epilepsi, maka dengan obat yang tepat, satu macam atau lebih dari itu, yaitu dua macam, 70 persen anak tadi, 70 dari 100 anak tadi, serangannya bisa dicegah,” katanya.

Sementara 30 persen sisanya dikenal sebagai epilepsi kebal obat.

Baca juga: 6 Obat yang Tidak Boleh Dikonsumsi Bersama Teh dan Kopi, Turunkan Khasiat & Punya Efek Samping

3 dari 4 halaman

Epilepsi kebal obat

dr. Zainal Muttaqin menjelaskan epilepsi kebal otak tidak bisa diketahui begitu saja sebelum dilakukan pengobatan.

“Kita enggak tahu, enggak bisa menebak seseorang itu dia termasuk yang kebal obat atau bukan sebelum kita melakukan upaya pengobatan. Jadi langkah awalnya adalah dengan memberikan obat,” katanya ketika menjadi narasumber program Healthy Talk TribunHealth.com.

Dokter lebih dulu akan mengevaluasi apakah pasien sudah minum obat secara tepat, termasuk dosis dan kombinasinya.

Pasalnya bentuk serangan epilepsi yang berbeda, bisa memerlukan pengobatan yang berbeda pula.

“Kalau ada misalkan pasien datang dengan keluhan dia sudah minum obat tapi masih serangan terus, kita enggak bisa langsung menganggap itu sebagai kebal obat. Nanti dulu.”

“Kita mesti lihat dulu obatnya sudah tepat belum, karena untuk epilepsi itu ada beberapa bentuk serangan epilepsi yang obatnya berbeda.”

Baca juga: 10 Manfaat Rutin Konsumsi Bawang Putih, Kaya Antioksidan dan Punya Sifat Antiinflamasi

“Jadi, obatnya sudah tepat sesuai dengan jenis epilepsinya belum? Kalau sudah tepat, dosisnya sudah pas belum? Sesuai dengan berat badan dan berbagai pertimbangan lain. Setelah obatnya tepat dan dosisnya pas, kalau itu lebih dari satu obat, misalnya dua atau tiga, kombinasinya sudah pas belum?,” kata dr. Zainal.

Pasalnya ada obat yang justru saling mengurangi khasiat masing-masing.

Dengan demikian kombinasi obat-obatan yang tidak tepat justru akan melemahkan pengobatan itu sendiri.

4 dari 4 halaman

“Pilihan obatnya harus pas, kombinasinya pas, dosisnya pas,” tandasnya.

Faktor berikutnya yang berpengaruh adalah dari sisi pasien.

“Kalau semua sudah pas, diminum benar gak? Jangan-jangan minumnya belum benar.”

Kemudian, penderita epilepsi juga tidak diperbolehkan sampai lelah berlebihan.

“Kita juga perlu melihat kebiasaan-kebiasaan atau aktivitas sehari-hari yang kalau kita paksakan bisa memudahkan terjadinya serangan. Misalkan kelelahan.”

Baca juga: Apasih Dok yang Dimaksud dengan Perawatan Bleaching Gigi?

“Seorang penyandang epilepsi boleh beraktivitas apapun, olahraga apapun, tapi saat merasa lelah, dia harus berhenti dulu, beristirahat, dan nanti kalau sudah tidak lelah boleh melanjutkan lagi,” paparnya.

Jika semua hal itu sudah terpenuhi namun masih terjadi kejang epilepsi, satu faktor berikutnya yang perlu dipertimbangkan adalah kebiasaan tidur.

dr. Zainal menjelaskan, penderita epilepsi perlu tidur yang teratur.

Artinya lebih disarankan tidur dan bangun pada jam yang relatif sama setiap harinya.

“Seorang penyandang epilepsi dianjurkan punya jadwal tidur yang teratur setiap harinya, bukan soal lamanya, tapi soal keteraturannya. Jadi, kalau seseorang tidur tiap hari 8 jam, tapi malam ini tidur jam 8, besok jam 12 malam, dan besoknya lagi jam 10, itu enggak ada gunanya karena tidak teratur.”

“Tapi kalau seseorang tidur hanya 6 jam setiap hari, tapi tiap hari tidur jam 11 malam sampai jam 5 pagi, dan itu sama setiap hari, itu namanya teratur,” jelasnya.

Apabila semua kriteria tersebut sudah terpenuhi namun kejang epilepsi masih terjadi, itulah yang disebut dengan epilepsi kebal obat.

Artinya kejang pada pasien tidak bisa dikontrol denganpengobatan.

“Kalau semua sudah dilakukan, obatnya sudah benar, dosisnya benar, kebiasaan yang memudahkan serangan sudah dihindari, tetapi masih tetap terjadi serangan, maka kita baru bisa menyebut dia itu kelompok yang kebal obat tadi,” pungkasnya.

(TribunHealth.com)

Selanjutnya
Tags:
Epilepsidokter spesialis bedah sarafProf. Dr. dr. Zainal Mutaqqin Ph.D Sp.BS
BERITATERKAIT
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved