TRIBUNHEALTH.COM - Seorang nenek berusia 84 tahun di Lombok harus berhadapan dengan hukum lantaran dilaporkan oleh anaknya sendiri.
Dirinya dianggap melakukan perusakan tanah.
Dia adalah Rakyah, warga Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Rakyah dilaporkan ke polisi oleh anak kandungnya, Saerozi (64) lantaran dianggap melakukan perusakan lahan seluas 28 ribu meter persegi.
Padahal, dia menyebut bahwa lahan itu adalah milik suaminya Multazam, yang sudah wafat tahun 1999.
Sementara Saerozi menyebut dia telah membeli tanah tersebut seharga Rp 5 juta dari almarhum ayahnya.
Padahal dirinya tidak bisa menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.
Dilansir TribunHealth.com dari TribunTrends.com, berikut ini fakta-faktanya.
Baca juga: dr. Zaidul Akbar Bagikan Cara Atasi Jerawat Tanpa Obat, Manfaatkan Rimpang Dicampur Madu
Anggap ibu sudah hilang ingatan

Saerozi juga menyebut bahwa sang ibu memang sudah hilang ingatan.
"Dibilang saya gila, dibilang saya tidak ingat apa-apa, itu caranya melaporkan saya," ucap Rakyah.
"Dibilang gila oleh anak sendiri."
"Saya dianggap merusak rambutan dan pohon pisang waktu itu," imbuhnya pilu.
Pengacara Rakyah, Bhukori Muslim menjelaskan kliennya dilaporkan atas tuduhan pengrusakan lahan oleh Saerozi.
"Jadi klien kamu ini dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri dengan tuduhan pengrusakan dan pemakaian tanah tanpa izin," kata Bukhori.
"Karena anaknya ini menganggap dia memiliki sertifikat."
"Jadi tanah ini adalah tanah waris, karena dari dulu tanah ini milik dari Haji Multazam suami dari nenek Rakyah."
"Anak pertama ini ya mengusai semua tanahnya, dari 9 anak," imbuhnya.
Bhukori menjelaskan tanah yang diklaim Saerozi memang memiliki sertifikat.
Akan tetapi sertifikat tersebut dibuat saat program nasional, pemberian sertifikat tanah gratis.
"Sertifikat itu dikeluarkan pada program sertifikat gratis," ujar Bhukori.
"Kami anggap ada kelemahan," imbuhnya.
Baca juga: Buntut Hukum Siswa, Guru Honorer Dituntut Uang Damai Rp50 Juta, Padahal Gaji Cuma Rp800 Ribu
Tak bisa tunjukkan bukti saat mediasi

Sebelum dilaporkan ke polisi, Rakyah dan 7 anaknya yang lain pernah mengajak Saerozi untuk mediasi.
Dalam mediasi di kantor kepala desa tersebut, Saerozi diminta untuk menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.
"Jadi anak ini pengakuan secara sepihak oleh anak pertama, sudah dibeli oleh almarhum bapaknya," kata Bhukori.
"Tapi saat di mediasi, ditanya kapan dibeli, siapa saksinya, mana akta jual belinya dia tidak mampu membuktikan," imbuhnya.
Baca juga: Erick Thohir Sebut 85 Juta Lapangan Pekerjaan Bakal Hilang, Efek Perkembangan Teknologi dan AI?
Enggan bersumpah

Tak cuma itu, saat diminta bersumpah atas nama tuhan, Saerozi menolaknya.
"Kita lalu meminta si anak untuk bersumpah atas nama tuhan, tapi dia tidak mau, tidak berani," kata Bhukori.
"Lalu selesai mediasi, dia langsung laporkan ibu kandung dan 7 saudaranya ke polisi," imbuhnya.
Bhukori lalu membantah kalau kliennya pikun atau terganggu mentalnya.
"Jadi klien kami ini sehat, tidak ada hilang ingatan, tidak pikun, tidak gila," tegasnya.
(TribunHealth.com)