TRIBUNHEALTH.COM - Bagi masyarakat Jawa di Indonsia, Tahun Baru Hijriyah dikenal dengan Malam 1 Suro dan merupakan momen yang amat sakral.
Pada Malam 1 Suro, masyarakat Jawa di Indonesia melakukan ritual sesuai dengan daerahnya masing-masing.
Dilansir dari laman TribunTravel.com, seperti halnya Malam 1 Suro di Keraton Surakarta yang ditandai dengan berlangsungnya kirab.
Kirab Malam 1 Suro di Keraton Surakarta menjadi daya tarik tersendiri untuk masyarakat Solo dan sekitarnya.

Baca juga: Teman Kampus Redho Korban Mutilasi di Sleman, Setengah Tak Percaya Temannya Dihabisi dengan Sadis
Banyak fakta pada acara kirab Malam 1 Suro di Keraton Surakarta yang cukup menarik untuk dibahas.
Simak sederet fakta-fakta menarik Malam 1 Suro di Keraton Surakarta yang telah dirangkum dari laman Pemkot Solo.
1. Tradisi Turun Temurun
Kirab Mala 1 Suro adalah tradisi turun-temurun di Keraton Surakarta yang sudah berusia ratusan tahun.
Sejarah kirab Malam 1 Suro berasal dari rutinitas Raja Pakubuwono X yang memerintah dari tahun 1893 hingga 1939.

Setiap hari Selasa dan Jumat kliwon, Pakubuwono X rutin berkeliling di tembok Baluwarti berdasarkan penanggalan Jawa.
Rutinitas yang dilakukan Pakubuwono X tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan oleh kerabat Keraton Solo hingga sekarang.
Makna dari kirab ini ialah masyarakat meminya keselamatan dan sarana introspeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
2. Identik dengan Kebo Bule
Kirab Malam 1 Suro di Keraton Surakarta memang tidak bisa dipisahkan dari kebo bule.
pasalnya, bisa dibilang jika kebo bule sebagai tokoh utama pada ritual ini.
Kebo bule yang dimaksud bernama Kyai Slamet.

Baca juga: Gadis Madiun Dinikahi Artis Vietnam, Hidup Bahagia dengan Kemewahan di Negeri Suami
Nama tersebut diambil dari salah satu pusaka berupa tombak milik Keraton Surakarta yang kerap dibawa oleh Pakubuwono X saat berkeliling tembok Baluwarti setiap selasa dan Jumat kliwon.
Kebo bule itu senantiasa mengikuti dengan setia di belakang Pakubuwono X saat berkeliling.
Dikarenakan kebo bule selalu setia mendampingi saat ritual ini dilakukan, kemudian diberi nama kebo bule Kyai Slamet.
Kehadiran kebo bule ini dipercaya membawa anugerah dan keselamatan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu dinantikan penuh harap oleh masyarakat.
3. Rute Kirab
Saat kirab malam 1 Suro, ribuan orang memadati sepanjang rute kirab.
Biasanya, kirab dimulai pada pukul 23.00 WIB.
Umumnya rute kirab dimulai dari Keraton Surakarta menuju Jalan Pakoe Boewono-Bundaran Gladag, lalu Jalan Jenderal Sudirman.
Selanjutya, kirab memutar di sekitar Benteng Vastenburg ke arah timur melalui Jalan Mayor Kusmanto, kemudian berbelok ke arah selatan melintasi Jalan kapten Mulyadi dan melanjutkan perjalanan ke arah barat memasuki Jalan Veteran.

Baca juga: Simon Cowell Minta Cakra Khan Berhenti Menyanyi saat Audisi Americas Got Talen, Penonton Kecewa
Kirab berlanjut ke arah utara melintasi Jalan Yos Sudarso, kemudian berbelok ke arah timur melalui Jalan Slamet Riyadi, dan di Bundaran Gladag berbelok ke kanan (arah selatan) untuk kembali masuk ke dalam keraton.
4. Pakaian Peserta Kirab
Semua peserta kirab Malam 1 Suro menggunakan pakain berwarna hitam.
Peserta pria menggunakan busana adat Jawa berwarna hitam atau busana Jawi jangkep.
Sementara itu, peserta wanita menggunakan kebaya berwarna hitam.

Kebo bule dan pawangnya berada di barisan paling depan.
Kemudian, diikuti oleh barisan abdi dalem, putra-putri raja dan kerabat Keraton Surakarta yang membawa pusaka keraton.
5. Peserta Dilarang Berbicara
Selama berlangsungnya prosesi kirab, para peserta kirab dilarang berbicara satu sama lain.
Ritual tersebut dikenal sebagai tapa bisu.
Hal ini memiliki makna sebagai perenungan diri terhadap apa yang telah dilakukan selama setahun yang sudah berlalu.
(TribunTravel.com/TribunHealth.com)