TRIBUNHEALTH.COM - Sudah dari dulu istilah wisuda melekat ketika di jenjang perkulaihan. Sekarang, makna tersebut mulai tergeser dan juga dilakukan di jenjang pendidikan lainnya mulai dari TK, SD, SMP, dan juga SMA.
Saat ini pun bisa dikatakan cukup mudah melihat para pelajar yang diwisuda meskipun baru lulus sekolah dasar (SD).
Melansir dari laman Bangkapos.com, trend wisuda di kalangan pelajar rupanya membuat tak sedikit orangtua resah. Beberapa waktu lalu, banyak keluhan orangtua yang merasa repot dengan kegiatan wisuda. Perdebatan pun terjadi dan pikah Kemendikbud bereaksi.
Melansir dari laman Kompas.com, keramaian mengenai wisuda yang minta dikembalikan hanya untuk yang lulus kuliah saja, diunggah salah satu akun Twitter @schfess.
Disebutkan dalam unggahan tersebut, jenjang TK, SD, SMP, dan SMA dinilai tidak perlu mengadakan wisuda. Berikut narasinya:
"Kembalikan wisuda hanya untuk lulus kuliah. TK, SD, SMP, dan SMA tidak perlu wisuda." Sch! Gimana menurut kalian gais.

Baca juga: Mantan Istri Almarhum Ameer Azzikra, Nadzira Shafa Dijodohkan dengan Abidzar Al-Ghifari
Unggahan tersebut telah tayang sebanyak 1,8 juta kali, disukai 25.400 akun Twitter, dan dibagikan 1.700 kali.
Sebelum cuitan tersebut viral, keramaian soal wisuda jenjang TK juga pernah dibahas pada 2022.
Dilansir dari Kompas.com, bahkan seorang warganet meminta Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, RIset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatur wisuda anak sekolahan.
"Pak Menteri bisa nggak bikin aturan melarang "wisuda-wisudaan lengkap pakai toga ini itu? TK wisuda. SD wisuda. SMP wisuda. SMA wisuda. Nggak ada makna, kek becandaan semua jadinya," tulis akun ini.
Hal yang menjadi pertimbangan menurut pengunggah ialah masalah biaya wisuda selama jenjang sekolah yang dianggap memberatkan orangtua.
Di sisi lain, wisuda dianggap sebagai selebrasi yang dulunya hanya terlaksana di tingkat perguruan tinggi, bukan sejak TK seperti sekarang.
Baca juga: Diduga Kesal Bekal Makan Kerap Dimakan Anjing, Tiga Buruh Tega Lempar Anjing Peliharaan ke Buaya
Tanggapan Kemendikbudristek
Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto angkat suara mengenai polemik wisuda jenjang sekolah.
"Kegiatan wisuda dari jenjang PAUD/TK, SD, SMP, hingga SMA merupakan kegiatan yang opsional," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Ia menjelaskan, Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menyebut kegiatan bersama antara satuan pendidikan yang melibatkan orangtua harus didiskusikan dengan komite sekolah.
" Kemendikbudristek mengimbau agar pihak sekolah dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan komite sekolah dan persatuan orangtua murid dan guru (POMG)," lanjut dia.
Hal ini dilakukan untuk menentukan pilihan yang terbaik untuk setiap sekolah yang tentu tidak membebani pihak orangtua.
Menurut pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indinesia (IGI), Satria Dharma, pelaksanaan wisuda memang sebaiknya tidak membebani mudir.

Baca juga: dr. Binsar: Dikatakan Hiperseksual karena Pasangan Tidak Bisa Imbangi Gairah Seksual Pasangannya
"Sekolah tidak boleh memaksakan program wisuda tersebut karena memang memberatkan orang tua," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).
Ia menyebut, komite sekolah dan kepala sekolah hanya boleh melaksanakan wisuda jika orangtua murid menyatakan mampu dan bersedia.
Sementara itu, Satria mengungkapkan jika budaya wisuda memang sejak dulu lebih umum diadakan untuk lulusan perguruan tinggi.
"Iya betul, tanda tuntas pendidikan formalnya, mau memasuki dunia karier," ujarnya.
Menurut Ina, wisuda ialah bentuk penghargaan atas kerja keras para pelajar yang menyelesaikan pendidikan dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi.
Walaupun begitu, ia menyebut, wisuda tingkat sekolah baru menjadi kebiasaan di Indonesia mulai tahun 2000-an.
"Awalnya sepertinya untuk lucu-lucuan saja. Anak-anak TK pake topi wisuda difoto lucu. Tapi makin lama makin heboh," lanjutnya.
Baca juga: 8 Kata-kata yang Sebaiknya Tidak Diucapkan Istri Kepada Suami, Berikut Penjelasan dr Aisah Dahlan
Menurut Ina, pelaksanaan wisuda seharusnya cukup diadakan secara meriah setelah anak lulus kuliah.
" Wisuda berlebihan di tahapan TK, SD, SMP, dan SMA berpotensi menurunkan makna kerja keras jangka panjang (saat sekolah)," tegas dia.
Wisuda sekolah tidak boleh berlebihan Ina menuturkan, wisuda tingkat sekolah diadakan untuk menghargai usaha anak selama sekolah maupun keinginan orang tua. Ia tidak melarang pelaksanaan selebrasi tersebut. Namun, seharusnya tidak perlu berlebihan dan jangan hanya seremonial. "
Harusnya lebih menampilkan aksi nyata para siswa selama di bangku pendidikan, dampaknya apa bagi sekitarnya," lanjutnya.
Menurut Ina, ini bisa lebih memberikan kepuasan atas pencapaian dan memotivasi siswa berkarya di jenjang selanjutnya.
Selain itu, acara wisuda sebaiknya dilakukan sederhana. Tidak perlu sewa kostum wisuda, bahkan sewa ruangan hotel.
"Mari berlomba karya dan dampak sosial, bukan berlomba kemewahan dan kemeriahan acara kelulusan," tegasnya.
(TribunHealth.com/PP)