TRIBUNHEALTH.COM - Pandemi Covid-19 telah menunjukkan penurunan global.
Bahkan beberapa tokoh mulai menyebut pandemi akan segera berakhir, mulai dari Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, hingga Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
Namun, dampak dari Covid-19 mungkin tidak akan hilang begitu saja meski pandemi sudah berakhir.
Dokter menyebut salah satu dampak virus corona adalah cedera jangka panjang pada otak, dilansir TribunHealth.com dari Express.co.uk, Jumat (24/9/2022).
Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian besar di AS, yang hasilnya dipublikasikan awal pekan ini.
Hasil studi selama setahun itu diterbitkan di Nature Medicine.
Studi tersebut menunjukkan bahwa gangguan neurologis terjadi pada lebih dari tujuh persen dari mereka yang telah terinfeksi Covid-19, dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah terinfeksi.
Baca juga: Singapura Kembangkan Alat Tes Kekebalan terhadap Covid-19, Hanya Perlu Waktu 10 Menit
“Hasilnya menunjukkan efek jangka panjang yang menghancurkan dari Covid-19,” kata penulis senior studi Dr Ziyad Al-Aly.
Dr Al-Aly dan timnya membandingkan catatan veteran AS selama dua periode waktu, yakni sebelum pandemi dimulai dan selama pandemi berlangsung.
Secara keseluruhan, mereka menilai 154.000 veteran yang dites positif Covid antara 1 Maret 2020 dan 15 Januari 2021.
Covid-19 sebabkan kabut otak hingga tingkatkan risiko stroke
Gejala yang paling umum dialami oleh para veteran adalah yang mempengaruhi pikiran seperti kabut otak.
Veteran yang dites positif 77 persen lebih mungkin mengembangkan gangguan tersebut daripada mereka yang tidak memiliki Covid.
Sementara itu, mereka yang terkena virus 50 persen lebih mungkin mengalami stroke iskemik, yang didefinisikan sebagai salah satu yang disebabkan oleh pembekuan darah.
Baca juga: China Ciptakan Masker yang Bisa Deteksi Covid-19 hingga Flu Burung dalam 10 Menit
Mereka yang pernah terinfeksi Covid-19 juga:
- 80 persen lebih mungkin mengalami kejang
- 43 persen lebih mungkin mengalami kecemasan atau depresi
- 35 persen lebih mungkin mengalami sakit kepala
- 42 persen lebih mungkin menderita gangguan gerak.
Sebagai hasil dari temuan mereka, penulis mengatakan layanan kesehatan perlu dipersiapkan untuk dunia pascapandemi.
“Mengingat skala pandemi yang sangat besar, memenuhi tantangan ini membutuhkan strategi respons yang mendesak dan terkoordinasi ... global, nasional dan regional,” kata Dr Al-Aly.
Studi lain soroti kenaikan kasus diabetes tipe 1
Namun, peningkatan risiko kejang atau kecemasan bukan satu-satunya risiko yang dihadapi oleh mereka yang dites positif Covid-19.
Studi lain, yang dilakukan oleh Case Western Reserve University, menemukan bahwa orang muda dapat menghadapi peningkatan risiko diabetes tipe 1.
Diabetes tipe 1 adalah kondisi autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang dan menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.
Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open, kenaikan diabetes tipe 1 termasuk signifikan.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)