TRIBUNHEALTH.COM - Demensia merupakan sekumpulan gejala yang memengaruhi kemampuan fungsi kognitif otak dalam mengingat, berpikir, bertingkah laku hingga berbahasa.
Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM umumnya penyakit ini terjadi pada lansia, tepatnya usia 65 tahun ke atas yang mana bisa terjadi pada wanita maupun pria.
"Bahkan bisa semakin tinggi setelah seseorang berusia lebih dari 85 tahun," ucap Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM.
Baca juga: Apakah Gigi Impaksi yang Tak Segera Diatasi Bisa Sebabkan Rahang Tak Normal? Begini Kata Dokter Gigi
Pernyataan ini disampaikan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Jateng program Rubrik Kita.

Baca juga: Benarkah Jika Terjadinya Alergi Kulit Bisa Membuat Penderita Demam? Begini Kata dr. Ammarilis
Terjadinya demensia bisa dipengaruhi faktor genetik
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM mengatakan jika faktor genetik juga menjadi salah satu faktor risiko demensia.
Akan tetapi secara umum kondisi ini bisa disebabkan adanya kerusakan sel-sel otak yang bisa terjadi di beberapa bagian otak.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM mengungkapkan jika demensia harus dicermarti untuk efek jangka panjangnya.
"Pada stadium berat biasanya penderita kesulitan untuk makan dan minum," kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM.
"Penderita stadium berat biasanya akan lebih banyak untuk berbaring saja," sambung Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM.
"Sementara kita ketahui jika kebiasaan tersebut menyebabkan penderita malnutrisi, dehidrasi, dan menjadi lemas karena kekurangan cairan maupun elektrolit," lanjut Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM dalam tayangan Rubrik Kita (07/01/2022).
Baca juga: Alergi Kulit Bisa Menyebabkan Komplikasi Ringan hingga Kematian, Begini Kata dr. Ammarilis Murastami

Baca juga: Milia Tak Hanya Dijumpai pada Kaum Wanita Saja, dr. Reshati Sebut Milia Bisa Terjadi pada Pria
Tak hanya itu saja, perlu menjadi informasi jika terlalu banyak berbaring rupanya bisa menyebabkan dekubitus.
Dekubitus merupakan luka akibat penekanan yang lama pada kulit karena berbaring terus-menerus.
Berbaring terus-menerus menyebabkan otot menjadi mengecil atau kontraktur yang menyebabkan kaku dan tidak bisa bergerak.
Tentunya hal ini bisa memicu terjadinya penyakit-penyakit yang lain juga.
Orang yang paling berisiko mengalami dekubitus adalah ia yang memiliki kondisi membatasi kemampuan untuk berganti posisi.
Pasalnya luka baring sering terjadi di area tumit, pergelangan kaki, pinggul, hingga tulang ekor.
Baca juga: Saat Mengalami Peradangan di Dalam Rongga Mulut Maka Akan Terjadi Pembengkakan dan Perubahan Bentuk

Baca juga: Mungkinkah Karies Gigi Bisa Memicu Terjadinya Abses? Begini Kata drg. R. Ngt. Anastasia Ririen
Perlu diketahui jika luka ini bisa dengan cepat berkembang.
Luka karena berbaring dalam jangka waktu lama bisa sangat sulit diobati.
Baca juga: Bolehkah Membeli Obat Tanpa Berkonsultasi dengan Dokter? Begini Tanggapan dr. Ammarilis Murastami
Penjelasan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dr. B. Neni Mulyanti, Sp.PD, FINASIM dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Jateng program Rubrik Kita edisi 07 Januari 2022.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.