TRIBUNHEALTH.COM - Stigma biasanya adalah suatu pandangan atau pikiran negatif terhadap seseorang atau kelompok yang dianggap punya perilaku yang tidak biasa seperti masyarakat pada umumnya.
dr. Karina Ansheila mengatakan, stigma selalu berasumsi dengan hal-hal negatif.
Orang-orang yang memiliki stigma ini biasanya ialah orang dengan gangguan jiwa, sehingga akhirnya mempersulit untuk ditolong.
Karena ada stigma tersebut, dan ada keluarga yang misalnya malu atau tidak bisa menerima kenyataan akhirnya membiarkan pasien atau penderita tersebut sendiri dan tidak ditolong.
Kita memiliki rasa marah, rasa sedih, rasa senang, rasa bahagia.

Baca juga: Waspada Gigi Impaksi, Dr. drg. Munawir H. Usman, SKG., MAP Ungkap Teknik Penanganannya
dr. Karina Ansheila menyampaikan, setiap rasa hrus diberikan ruang dan waktu.
Memberikan ruang dan waktu ini bukan berarti diberikan secara terus menerus, tetapi kita juga memiliki self control.
Rasa sedih merupakan sesuatu yang lumrah, misalnya kita merasa sedih karena kehilangan adalah hal yang wajar apabila merasa sedih.
Tetapi hal tersebut akan menjadi bermasalah apabila kita berlarut-larut dalam kesedihan dan menyebabkan kita menjadi tidak produktif.
Hingga akhirnya mengganggu misalkan tidak bisa tidur, tidak mau makan akhirnya sakit, tidak mau bekerja dan ingin menghindar dari orang-orang hanya ingin mengurung diri.
Baca juga: Siapa Saja yang Beresiko Terkena Kanker Payudara? Simak Penjelasan dr. Agus Sutarman, Sp.B.Onk
Apabila sudah muncul perasaan-perasaan tersebut sebaiknya mencari bantuan profesional.
Misalkan kita melakukan konseling, dan profesional tersebut akan menuntun kita untuk melalui step-stepnya dengan harapan setelah terapi dilewati bisa kembali ke perasaan normal.
Ini disampaikan pada channel YouTube Tribun Manado bersama dengan dr. Karina Ansheila, M.Kes.
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)