TRIBUNHEALTH.COM - Banyak yang mengatakan bahwa karakter seseorang atau kepribadian seseorang berdampak karena inner child di masa lampau.
Sehingga bisa dikatakan bahwa inner child, adanya sisi anak-anak dalam kepribadian seseorang.
Setiap orang memiliki mini personality atau kepribadian, yakni egoistic, sisi dewasa, dan parent ego.
Setiap kita memiliki inner child, hanya saja dominan yang dimiliki tentu berbeda.
Diah Mahmudah S.Psi menyampaikan bahwa sesifik jenis yang dialami juga menentukan.
Yang jelas, dewasa ialah utuh dan penuh sesuai dengan konteks.

Baca juga: Menggunakan Masker saat Berolahraga Harus Berhati-hati, Begini Penjelasan dr. Robert Sinto Sp.PD
Katakanlah fleksibel memainkan perannya untuk menjadi healthy adult, pribadi dewasa yang utuh dan penuh.
Ketika situasi atau konteks membutuhkan sisi free inner child yang happy, maka akan mengeluarkan sisi dewasa satau sisi adult.
Diah Mahmudah S.Psi mengatakan ada juga saatnya mengeluarkan sisi orangtua, misalnya saat afeksi sepeerti melindungi, dan menyayangi.
Bahkan kadang kita juga perlu sebagai orangtua memberikan presentase critical parents.
Misalnya mendidik, marah tetapi dengan edukatif bukan desduktrif.
Baca juga: drg. Zita Aprilia: Orangtua Tidak Boleh Menggunakan Dot Susu sebagai Pengantar Tidur
Diah Mahmudah S.Psi menyampaikan bahwa semua sisi inner child dimiliki semua orang, dan perlu disadari juga diterima lalu kita olah sehingga mencapai tujuan-tujuan hidup yang lebih produktif dan positif.
Saat ini terdapat berbagai momen atau berbagai pemantik yang membuat seseorang menghayati dari sisi kacamata anak kecil yang penuh dengan ketakutan.
Apabila konsepnya emosi takut, seseorang akan menghayati bahwa hidupnya selalu dipenuhi oleh marabahaya.
Seseorang yang merasa dalam kehidupannya tidak merasa aman dan nyaman, temtu saja sangat menguras energi, sangat letih, dan tidak mencapai kesejahteraan psikologis.
Karena apapun maslaahnya dihayati sebagai sumber ancaman.
Baca juga: drg. Anastasia Sebut Natal Maupun Neo Natal Teeth Tidak Terjadi Secara Spesifik
Hal ini tentu saja sangat berpengaruh pada pola pikir, pola perasaan, dan juga pola perilaku.
Apabila ternyata dominasinya marah ataupun emosi akan berpengaruh pada cara pandang terhadap dirinya sendiri, pada pasangan, pada keseluruhan hidup seakan-akan seluruh dunia terisi oleh hal-hal yang tidak adil.
Ini disampaikan pada channel YouTube Tribun Jabar bersama dengan Diah Mahmudah, S.Psi. Seorang psikolog. Rabu (23/3/2022)
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)