TRIBUNHEALTH.COM - Dokter Gigi Spesialis Orthodonsia, drg. Ardiansyah S. Pawinru, Sp.Ort(K) menjelaskan risiko jika tidak memasang retainer setelah menggunakan behel gigi.
Retainer adalah suatu alat yang wajib digunakan setelah memasang behel gigi.
Fungsi retainer adalah mengembalikan hubungan akar gigi dengan jaringan pendukung di sekitarnya.
Baca juga: Bau Mulut Bisa Disebabkan Masalah Medis Tertentu, Penting untuk Konsultasi dengan Dokter gigi
Proses pemulihan tersebut berlangsung selama 6 bulan.
Jika seseorang memasang behel gigi namun tidak menggunakan retainer, maka gigi akan berisiko relaps.

Baca juga: Pesan Dokter Sebelum Melakukan Pemasangan Behel, Ini Kata Dr. drg. Eddy Heriyanto Habar, Sp.Ort (K)
"Gigi akan berputar, miring, lari kembali, dan sebagainya," ungkap Ardiansyah dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribunhealth.
Tidak Perlu Cabut Gigi Sebelum Pasang Behel
Cabut gigi merupakan suatu prosedur penanganan yang umum dilakukan oleh seorang dokter gigi.
Beberapa orang menyebut prosedur cabut gigi perlu dilakukan sebelum melakukan pemasangan behel gigi.

Namun berdasarkan pernyataan Ardiansyah, tindakan tersebut tidak harus dilakukan.
Kecuali, bila kondisi gigi berjejal parah di atas 5 ml.
Baca juga: Berhenti Beri ASI melalui Botol pada Anak, Dokter Ingatkan Risiko Karies Gigi
Tetapi jika di bawah ukuran tersebut, maka dokter gigi cukup melakukan tindakan pengikisan gigi.
Begitu pula dengan gigi yang bercelah dengan inklinasi yang normal.

"Kalau kita mau memundurkan, baru kita melakukan pencabutan," imbuh Ardiansyah.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tidak semua permasalahan gigi harus dilakukan tindakan pencabutan.
Harus tergantung dengan kondisi permasalahan gigi tersebut.
Baca juga: Apakah Karies Rampan Berisiko Sebabkan Kematian? Ini Kata drg. Wiwik Elnangti Wijaya, Sp. KGA.
"Jadi misalnya gigi atas terlalu maju, berarti cuma atas yang dicabut. Bisa juga pada gigi geraham yang lubang atau gigi impaksi," jelas Ardiansyah.
Risiko Jika Tidak Pasang Behel dengan Dokter Spesialis Orthodonti
Behel gigi merupakan salah satu perawatan Orthodonti.
Perawatan ini telah banyak dilakukan oleh masyarakat yang menginginkan tampilan gigi menjadi rapi.

Profesi yang paling tepat dalam melakukan tindakan pemasangan behel gigi adalah dokter gigi spesialis orthodonti.
Bila melakukan pemasangan behel gigi tidak dengan orang yang tepat, maka bisa mengalami sejumlah risiko yang tidak diinginkan.
Baca juga: Ketahui Dampak Bila Bracket Behel Gigi Terlepas dari Dr. drg. Eddy Heriyanto Habar, Sp. Ort (K).
Ardianysah, menyebutkan sejumlah risiko yang bisa terjadi.
Di antaranya:
1. Hasil tidak sesuai yang diinginkan
Dokter gigi spesialis orthodonti dalam melakukan pemasangan behel, telah mengukur tekanan pada pergerakan gigi pasien.

Misalnya pada kasus ingin memundurkan gigi depan, penahannya adalah gigi belakang.
Hal demikian sudah diatur oleh dokter gigi spesialis orthodonti.
"Jadi pada saat menarik, gigi ini yang tertarik bukan gigi belakang," contoh Ardianysah.
Baca juga: Ada Berbagai Teknik Menyikat Gigi, Pakar Tegaskan Tak Ada Satu Teknik yang Benar-benar Optimal
Namun jika dilakukan oleh seseorang yang bukan berprofesi sebagai dokter gigi spesialis orthodonti, hal tersebut seringkali tidak diperhatikan.
Sehingga membuat gigi belakang menjadi ikut maju.
Akhirnya tidak bisa mendapatkan tampilan gigi yang diinginkan.
Baca juga: Bersihkan Lidah secara Teratur, Kolonisasi Bakteri dan Jamur akan Berdampak Serius Bagi Kesehatan
2. Membuat gigi goyang
Dokter gigi spesialis orthodonti memahami betul jumlah tekanan yang normal untuk setiap gigi. Baik gigi seri maupun pada gig taring.
Sehingga tekanan yang diberikan akan sesuai dengan gigi.

Baca juga: Cara Mengantisipasi Bau Mulut pasca Alami Trauma, Simak Pesan dari Lettu Kes drg. Ari Wd Astuti
Bila tekanan tersebut berlebihan, maka bisa membuat gigi menjadi goyang.
"Banyak sekali kasus yang kami dapat itu gigi goyang karena tekanan yang besar," ucap Ardiansyah.
3. Sebabkan maloklusi baru
Maloklusi adalah suatu kegagalan gigitan.
Bila pemasangan behel gigi dilakukan oleh selain profesi dokter gigi spesialis orthodonti, bisa menyebabkan maloklusi baru.

Hal tersebut bisa terjadi akibat cara pemasangan yang tidak tepat.
"Ada yang miring, inklinasinya dengan gigi salah, terlalu tebal, terlalu ke bawah, dan sebagainya."
"Sehingga bukan memperbaiki atau meluruskan, justru menghasilkan maloklusi baru," sambung Ardiansyah.
Baca juga: Anak Lebih Mudah Alami Gigi Berlubang daripada Orang Dewasa, Ini Alasannya menurut Dokter
Jika timbul maloklusi baru, maka berimplikasi pada sendi.
Bila sendi sakit, bisa memicu terjadinya sakit kepala, mata, hidung, sampai bagian punggung.
Lama Perawatan Orthodonti
Dalam melakukan perawatan Orthodonti, seorang pasien biasanya dianjurkan untuk melakukan serangkaian pemeriksaan dan penanganan.
Hingga akhirnya ditentukan rencana perawatan selanjutnya.

Ardiansyah menyebut, waktu perawatan Orthodonti ini sangat tergantung dengan kasus yang dialami pasien.
Jika kasusnya ringan, seperi Crowding biasa, maka lama perawatan dibawah 1 tahun.
Lain halnya jika kasus yang dialami tergolong sulit. Maka lama perawatan bisa di atas 2 tahun.
Baca juga: Jenis Makanan yang Efektif Mengurangi Bau Mulut, Berikut Penjelasan Lettu Kes drg. Ari Wd Astuti

"Karena perawatan Ortho itu aktivasinya per bulan, 3 minggu paling cepat."
"Jadi jika kasus susah, paling 20 sampai 30 kali pertemuan baru bisa sembuh," papar Ardiansyah.
Ardiansyah menuturkan, hal di atas didasari karena gigi tidak bisa ditarik keras.
Sehingga sistem perawatan Orthodonti adalah bersifat continue dan ringan.
Baca juga: Aturan dalam Pemasangan Gigi Palsu, Ini Hal yang Perlu Diketahui dari Dr. drg. Munawir H Usman, SKG
Penjelasan drg. Ardiansyah S. Pawinru, Sp.Ort(K) ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribunhealth, Kamis (10/2/2022)
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)