TRIBUNHEALTH.COM - Founder Vitamen D Society Indonesia, dr. Henry Suhendra, Sp.OT berbicara mengenai vitamin D.
Dia menyebut, berdasarkan data tahun 2020, rata-rata vitamin D penduduk Indonesia tergolong rendah.
Bahkan Indonesia menempati posisi terakhir di antara 5 negara besar di ASEAN.
"Itu rata-rata kita cuman 17,2 nanogram per mililiter darah," paparnya dalam program On Cam Everynight Tribunnews.
"Padahal menurut kriteria laboratorium yang kita anggap sudah kuno ya, di bawah 30 tidak baik."
"Jadi rata-rata penduduk kita di bawah 30. Hanya 17,2" paparnya.
Baca juga: dr. M. Syah Abdaly, Sp.PD Anjurkan Berjemur untuk Mengaktifkan Cadangan Vitamin D di Dalam Kulit
Baca juga: Benarkah Vitamin D Tidak Banyak Dibutuhkan Tubuh? Berikut Ulasan dr. Tan Shot Yen

Karena itulah dia mendirikan Vitamen D Society Indonesia.
Pasalnya vitamin D bisa sangat berguna untuk mencegah terjadinya berbagai macam penyakit.
Sehingga kesehatan masyarakat bisa lebih terjamin dengan asupan vitamin D.
"Usahanya tentunya dalam rangka meningkatkan rata-rata vitamin D penduduk Indonesia yang hanya 17,2 itu sehingga bisa menjadi optimal," tandasnya.
Lalu mengapa hal itu terjadi?
Padahal Indonesia mendapat sinar matahari selama setahun penuh.
Terkait hal ini, dr. Henry Suhendra, Sp.OT menyebut ada beberapa faktor penyebab.
Pertama adalah lingkungan.
Baca juga: Menurut dr. Henry Suhendra, Sp.OT, Kelebihan Vitamin D Dapat Menyebabkan Keracunan, Simak Ulasannya
Baca juga: Dokter Tegaskan Jika Defisiensi Vitamin D Tidak Hanya Pengaruhi Tulang, Begini Penjelasannya

"Ada UV index. Jadi yang bisa membentuk vitamin D itu ultraviolet index tertentu. Jadi 3,5 ke atas itu siang sudah ada," paparnya.
"Lalu matahari itu juga dipengaruhi apakah itu mendung terus, apakah itu ada polusi banyak, karena itu menghambat sinar matahari mencapai kita."
Memang Indonesia berada di khatulistiwa.
Namun, tak sepanjang hari matahari memancarkan ultraviolet yang bisa membentuk vitamin D.
"Puncaknya ultraviolet itu jam 11 jam 1," jelasnya.
Tipe kulit juga berpengaruh.

dr. Henry Suhendra, Sp.OT menjelaskan tipe kulit orang Indonesia membutuhkan hingga 4 kali lipat durasi orang bule (berkulit putih).
Ketika berjemur, juga tak diperkenankan menggunakan sunblock.
"Banyak orang berjemur pakai sunscreen lagi, jadi sama sekali ngga ada gunanya," tandasnya.
Berikutnya adalah berat badan.
Menurutnya, orang yang obesitas lebih sulit membentuk vitamin D.
"Kemudian karena umur juga," tambahnya.
Orang yang berusia di atas 40 tahun sudah mulai menurun kemampuan kulitnya dalam membentuk vitamin D.
Dia juga menegaskan ketika berjemur, 85 persen badan terbuka.
"Wanita pakai bikini, laki-laki pakai celana renang," contohnya.
Namun, dia menjelaskan agar tak memaksakan soal durasi.