TRIBUNHEALTH.COM - Dalam mengkombinasikan obat harus bersifat rasional.
Obat yang akan dikombinasikan biasanya memiliki mekanisme atau cara kerja yang berbeda-beda.
Misalnya, untuk obat hipertensi ada beberapa macam.
Dilansir oleh Tribunhealth.com penjelasan Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Fasmasi UGM, Prof. Dr. Apt. Zullies Ikawati dalam tayangan YouTube Tribunnews.com program DIGINAS edisi 14 Juli 2021, Prof. Dr. Apt. Zullies Ikawati jelakan mekanisme interaksi obat.
Baca juga: Interaksi Obat Tidak Selalu Berkonotasi Negatif, Bisa Bersifat Sinergis, Simak Ulasan Prof. Zullies
Sehingga akan dikombinasikan obat yang akan dikonsumsi.
Dalm hal ini adalah interaksi obat bisa bersifat menguntungkan.
Tetapi bisa juga suatu interaksi obat bersifat merugikan.

Kalau misalnya suatu obat bisa meniadakan efek obat lain atau mengurangi efek obat lain.
Sehingga obat lain yang digunakan bersama menjadi tidak bermanfaat.
Atau misalnya ada obat yang memiliki efek samping tertentu kemudian ditambah dengan obat lain yang memiliki efek samping yang sama.
Maka akan terjadi tambahan atau kombinasi efek samping yang bersama-sama.
Jadi akan meningkatkan potensi efek sampingnya.
Menurut Prof. Dr. Apt. Zullies Ikawati, kombinasi obat bisa menguntungkan dan merugikan.
Kita perlu mengetahui bagaimana mekanisme dari interaksi obat.
Ada bermacam-macam interaksi.
Ada interaksi obat yang memengaruhi kadar obat lain di dalam tubuh.
Ada juga yang memengaruhi target di dalam tubuh tersebut.
Sehingga cara untuk menghindari interaksi bermacam-macam.
Jika ada suatu obat yang berinteraksinya adalah harus bertemu, misalnya ada suatu obat antibiotik yang jika digunakan bersama-sama dengan suatu obat lain yang mengandung kalsium maka bisa berikatan.
Kasus seperti itu, maka cara mengatasinya harus dipisah.
Artinya dalam penggunaan tidak boleh bersamaan.
Baca juga: Dokter Ajarkan Cara Mengatasi Gangguan Kecemasan Sosial dengan Melakukan Relaksasi dan Atur Napas
Dimana yang satu pagi, yang satu dikonsumsi sore dengan jeda beberapa jam.
Dengan begini makan akan mengurangi risiko dampak interaksi.
Namun ada juga interaksi obat yang tidak membutuhkan pertemuan, namun tetap bisa berinteraksi.
Karena interaksinya tidak membutuhkan langsung bertemu.
Akan tetapi memengaruhi metabolisme atau hatinya.
Kasus seperti ini ada cara lainnya.
Jika memengaruhi metabolisme, biasanya ada yang menyebabkan obat lain menjadi berkurang atau bertambah kadarnya.
Apabila seperti ini maka yang dilakukan adalah menyesuaikan dosis.
Ketika ada obat A yang menyebabkan obat B jadi berkurang dosisnya, maka obat B akan ditingkatkan dosisnya agar mencapai kadar terapinya.

Artinya bisa juga dengan melakukan penyesuaian dosis.
Namun jika 2 hal tersebut tidak bisa mengurangi dampak interaksi, berarti yang satu tidak bisa diberikan.
Jadi bisa diganti dengan obat lain.
Khusus untuk kombinasi tersebut, sebaiknya tidak digunakan bersama-sama.
Sehingga akan menghindarkan interaksi.
Baca juga: Dokter: Tidak Salah Berkonsultasi jika Gangguan Kecemasan Mengganggu Performance dan Aktivitas
Penjelasan Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik Fakultas Fasmasi UGM, Prof. Dr. Apt. Zullies Ikawati dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribunnews.com program DIGINAS edisi 14 Juli 2021.
(Tribunhealth.com/Dhiyanti)
Baca berita lain tentang kesehatan ada di sini.