TRIBUNHEALTH.COM - Angka perkawinan anak atau perkawinan dini masih terus menjadi perhatian.
Pasalnya, kasus pernikahan dini dinilai menjadi satu di antara sumber permasalahan kesehatan psikologis sekaligus biologis.
Berdasarkan Undang-undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019, perkawinan boleh dilakukan jika kedua mempelai minimal telah berusia 19 tahun.
"Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun," bunyi pasal 7 ayat 1 UU tersebut, dikutip TribunHealth.com dari Ayo Sehat Kompas TV edisi Selasa (8/6/2021).
Kendati demikian, dispensasi pernikahan anak melonjak sepanjang tahun 2020.
Baca juga: Anak Lebih Banyak Pakai Gadget selama Pandemi, Dokter Paparkan Dampaknya pada Kesehatan Mata
Baca juga: Bagaimana Cara Mendisiplinkan Anak tanpa Melalui Kekerasan? Psikolog Menjawab

Setidaknya ada 64.211 pernikahan anak yang tercatat sepanjang tahun tersebut.
Melonjak hampir tiga kali lipat dibanding tahun 2019 sebanyak 23.126 kasus.
Selain itu, jika diamati angka pernikahan dini memang mengalami kenaikan sejak tahun 2016.
Pada tahun 2016 tercatat ada 8.488 kasus pernikahan anak.
Angka itu melonjak menjadi 11.819 pada 2017.
Ada begitu banyak faktor yang melatarbelakangi kasus pernikahan dini.
Baca juga: Jenis Pola Asuh Apa yang Akan mempengaruhi Kepribadian Anak? Simak Jawaban Psikolog
Baca juga: Pasca Mengalami Kekerasan, Apakah Anak Bisa menjadi Pendedam? Ini Jawaban Psikolog

Satu di antara yang lazim adalah persoalan ekonomi keluarga.
Selain itu, minimnya edukasi terkait pernikahan dini juga turut berperan dalam melonjaknya kasus.
Yang menarik, pernikahan dini melonjak tiga kali lipat saat pandemi Covid-19.
Ditengarai hal ini terjadi akibat minimnya aktivitas anak selama pandemi.
Terlebih lagi sekolah dan perguruan tinggi juga ditutup alias tidak membuka pejaran tatap muka.
Padahal, pernikahan dini bukan tanpa risiko.
Keguguran saat kehamilan rawan terjadi akibat belum siapnya biologis ibu.
Selain itu, kehamilan pada usia muda lebih rentan terhadap masalah hipertensi preeklamsia, dan anemia.
Bayi yang lahir pun berisiko prematur dan mengalami berat badan bayi lahir rendah (BBLR).
Dampak paling berbahaya adalah risiko kematian pada ibu dan bayi.
Baca artikel lain seputar kesehatan umum di sini.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)