TRIBUNHEALTH.COM - Ketika mendengar kata diet, kebanyakan orang di Indonesia mengasosiasikan dengan usahas untuk menurunkan berat badan.
Selain itu, diet juga diperlukan bagi orang yang mengalami penyakit tertentu, di mana perlu memangkas makanan mereka.
Namun bernarkah pengertian diet seperti itu?
Dokter sekaligus filsuf ahli gizi komunitas, dr Tan Shot Yen, angkat bicara terkait hal ini.
Dokter Tan menyebut secara harfiah, diet berarti pola makan.
Hal itu ia sampaikan dalam segmen Malam Minggu Sehat: Aur Pola Makan atau Diet? Mana yang Lebih Tepat? yang tayang di kanal YouTube Tribunnews.com.
Lebih lanjut, dr Tan memberi contoh ketika seseorang sedang diet karbohidrat, artinya dia akan fokus pada karbon.
Pengertian tersebut justru berbeda dengan apa yang selama ini ada di masyarakat, yang mana menganggap diet sebagai usaha untuk memangkas makanan.

Menurut dr Tan yang lebih penting bukan memangkas, melainkan mengatur pola makan.
"Mengatur gaya hidup, mengatur pola makan, itu adalah bagaimana kita bisa membuat optimalisasi kesehatan kita masing-masing ya," kata dr Tan.
Pemilihan bahan makanan, proses peracikan, hingga proses pengolahan suatu makanan justru lebih penting.
Sebab jika bahannya baik, kata dr Tan, tapi cara memasaknya salah akan percuma.
"Misalnya Saya senang dengan ikan ya... ikan itu makanan yang sehat setuju kayak dengan omega tiga. Apalagi kalau ikan laut dalam, lebih daripada setuju lah. Tapi kalau ikannya digoreng, wah bubar."
Alih-alih menjadi sehat, omega tiga yang didapatkan justru menjadi berbahaya bagi pengidap penyakit kardiovaskuler.
"Itu malah berbahaya untuk masalah penyakit kardiovaskuler. Jadi alih-alih menjadi sehat, makan ikan malah jadi makin kena penyakit."
Lalu apakah diet harus dilakukan sesuai anjuran dokter?

dr Tan menyebut, diet memang sudah lumrah di dunia kedokteran.
Sebagai contoh, untuk seorang penderita penyakit ginjal, maka dikenal dengan diet rendah protein.
"Karena orang ini tidak boleh kebanyakan protein karena ginjalnya akan semakin menderita. Jadi tentu akan disusun menu-menu yang memang rendah protein. Tetapi orang ini tetap harus tetap sehat."
dr Tan lalu mencontohkan diet kalium dan potasium, yang diperuntukkan bagi orang-orang yang menderita masalah fungsi ginjal.
Pada diet ini, dokter akan memilihkan menu yang tinggi potasium atau kaliummnya rendah.
Untuk mengatur makanan seperti itu, sudah tentu ada aturannya.
"Berarti bisa dikatakan diet bisa dianjurkan oleh dokter untuk kepentingan kesehatan?" tanya host Tribunnews.com, Alfin Wahyu.
Dokter Tan membetulkan memang ada aturan tertentu untuk melakukan diet.
Yang menjadi berbahaya adalah diet yang sekarang menjadi trend di masyarakat.
Pasalnya, banyak orang hari ini berbondong-bondong melakukan diet demi menurunkan berat badan.
Parahnya, sumber atau media pelajarannya dari media sosial, yang belum tentu bisa dipertanggungjawakan.
"Karena dietnya ingin kurus, lalu dia mulai belajar lewat YouTube, mulai belajar lewat influencer, mulai belajar lewat orang-orang yang saya tidak tahu sekolahnya di mana. Nah ini Gawat ya."
"Orang Jawa mengatakan ilmu jarene, jarene sopo? Mbuh (ilmu katanya, katanya siapa? entah)" tegas dr Tan.
Bahaya Diet yang Kurang Tepat
Orang yang diet demi penampilan bisa dibilang hanya target oriented, yang terpenting kurus.
Akan tetapi upaya seperti itu memiliki efek samping jika dilakukan tidak dengan cara yang tepat.
Berdasarkan pengalaman dr Tan, orang seperti itu justru diet dengan menghilangkan sumber gizi yang berguna.
"Akhirnya ia akan menghilangkan beberapa sumber zat gizi yang justru berguna, seperti misalnya yang paling terkenal belakangan ini adalah diet ketogenik."
Orang yang melakukan diet katogenik akan membuat ketone bodies muncul dalam tubuhnya.
"Nah kita mempunyai namanya badan keton, itu muncul di dalam tubuhnya, begitu bangga lagi."
Padahal ketone bodies akan muncul ketika kadar gula dalam darah sangat-sangat turun.
Sehinngga suplai tenaga kemudian diambil dari protein dan lemak karena tubuh sudah tidak punya lagi karbo.
"Karena makanannya sama sekali zero karbo. Jadi sumber energi kita ngambil dari protein dan lemak."
Hilangnya lemak juga memiliki dampak yang buruk bagi kondisi ginjal.
Yang mengkhawatirkan, menyusutan lemak tidak hanya terjadi pada pinggang sehingga tampak kurus.
Melainkan, juga terjadi pada organ.
"Nah yang saya takutkan adalah seperti apa yang dialami pasien saya, orang ini malah menjadi diabetes."
"Karena apa? karena pankreasnya ikut menyusut. Kan semuanya susut?" kata dr Tan menceritakan pengalamannya.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)