TRIBUNHEALTH.COM - Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan kondisi yang perlu ditangani karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan lanjutan.
Yang perlu diketahui, tekanan darah tinggi juga bisa terjadi pada ibu hamil.
Pada kasus ini, hipertensi bisa sangat mengancam nyawa ibu dan bayi jika tidak ditangani dengan baik dan benar.
Pada kasus tertentu, kondisi ini bisa memicu preeklampsia.
Untungnya, menerapkan tips tertentu juga dapat membantu menurunkan risiko komplikasi.
Melansir berbagai sumber, berikut ini informasi lengkap mengenai tekanan darah tinggi selama kehamilan.
1. Kapan disebut hipertensi?
Mayo Clinic melansir beberapa kriteria seseorang disebut hipertensi.
Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi adalah tekanan sistolik yang berkisar antara 120 hingga 129 milimeter air raksa (mm Hg) dan tekanan diastolik di bawah 80 mm Hg.
Tekanan darah tinggi cenderung memburuk seiring berjalannya waktu kecuali jika dilakukan tindakan untuk mengendalikannya.
Hipertensi stadium 1
Hipertensi stadium 1 adalah tekanan sistolik berkisar antara 130 hingga 139 mmHg atau tekanan diastolik berkisar antara 80 hingga 89 mmHg .
Hipertensi stadium 2
Stadium ini lebih parah.
Tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih tinggi atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih tinggi.
Setelah 20 minggu kehamilan, tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mm Hg tanpa kerusakan organ lain dianggap sebagai hipertensi gestasional.
Tekanan darah perlu diukur dan didokumentasikan pada dua kali atau lebih pemeriksaan, dengan jarak setidaknya empat jam.
Baca juga: 10 Makanan Kaya Zat Besi, Bagus untuk Mendukung Tumbuh Kembang Anak
2. Gejala
Angka tekanan darah hanya bisa diketahui jika seseorang melakukan pengukuran.