TRIBUNHEALTH.COM - Penggunaan gadget semakin masif di semua kalangan.
Bahkan anak-anak pun mulai memiliki screen time yang lama.
Tak mengherankan jika tren ini langsung diikuti peningkatan miopi atau rabun jauh pada anak.
Tak hanya masalah rabun, durasi screen time yang tidak terkontrol memiliki implikasi kesehatan bagi mata karena meningkatkan risiko penyakit mata seperti glaukoma dan ablasi retina.
Melansir kanal kesehatan Times of India, berikut ini fakta-faktanya.
Meningkatnya Miopia pada Anak-anak
Miopia, kelainan refraksi yang menyebabkan penglihatan jauh menjadi kabur sehingga membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh yang baik.
Tren yang mengkhawatirkan terkait dengan miopia pada anak-anak tidak dapat diabaikan.
Beberapa penelitian memperkirakan bahwa pada tahun 2050 hampir setengah dari populasi di dunia mungkin menderita miopia.
Di India, kejadian miopia di kalangan anak-anak terus meningkat dan sejalan dengan peningkatan waktu menonton layar.
Tren ini menjadi sangat menonjol sejak pandemi COVID-19 dan munculnya kelas daring.
Baca juga: 7 Potensi Bahaya Tidur dengan AC Menyala, Sebabkan Mata Kering hingga Alergi dan Asma
Dampak screen time
Sementara faktor genetik adalah faktor terpenting dalam perkembangan miopia, faktor lingkungan seperti penggunaan layar yang lebih luas dan waktu di luar ruangan yang lebih terbatas adalah kontributor utama.
Anak-anak menghabiskan lebih dari separuh waktu terjaga mereka di dalam ruangan untuk melihat layar untuk mengerjakan tugas sekolah atau menonton program favorit mereka.
Pencahayaan alami meningkatkan kesehatan mata, mengendalikan pertumbuhan, dan mencegah pemanjangan bola mata.
Konsekuensi dari Miopia yang Terjadi Dini
Jika timbulnya miopia dimulai sejak dini, mungkin ada potensi peningkatan risiko masalah mata di kemudian hari, seperti glaukoma, dan ablasi retina.
Selain itu, koreksi miopia dengan lensa korektif sejak usia dini dapat lebih jauh memiliki implikasi psikologis bagi anak.
Penggunaan kacamata terkadang harus membatasi partisipasi mereka dalam olahraga tertentu dan kegiatan lain.
Pada akhirnya hal ini dapat berdampak pada harga diri dan kualitas hidup anak.
Baca juga: 7 Tanda Kurang Konsumsi Protein, Gampang Ngantuk hingga Moody dan Cemas