TRIBUNHEALTH.COM - Keguguran adalah berhentinya kehamilan secara spontan saat usia kehamilan belum mencapai 20 minggu.
Sebagian besar kasus keguguran terjadi pada awal kehamilan, terkadang bahkan sebelum wanita mengetahui bila dirinya hamil.
Keguguran paling sering disebabkan oleh masalah pada kromosom yang mengganggu perkembangan embrio.
Oleh karena itu, biasanya ibu hamil selalu diminta berhati-hati saat awal kehamilan untuk mencegah keguguran terjadi.
Berbicara mengenai keguguran, terdapat pertanyaan yang diajukan kepada Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.
Baca juga: Dokter, Keguguran Lebih Rawan Terjadi pada Trimester Berapa?
Baca juga: 7 Cara Alami Mengelola Kadar Kolesterol Tinggi, Mudah Dilakukan di Rumah
Pertanyaan:
Dokter, apakah ibu hamil yang mengalami stres berlebihan dapat memicu terjadinya keguguran?
Dian di Karanganyar.
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Hafi Nurinasari, Sp.OG., M.Kes menjawab:
dr. Hafi Nurinasari, Sp.OG., M.Kes merupakan seorang Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi yang praktek di RSU Hidayah Boyolali, RS UNS, dan RS Indosehat Karanganyar.
dr. Hafi menjelaskan, wanita hamil yang mengalami stres berlebihan berisiko tinggi mengalami keguguran.
"Kalau bisa pada wanita itu jangan terjadi stres. Tapi karena kita hanya manusia, mungkin ada kondisi yang menyebabkan stres berlebihan."
"Kondisi wanita yang mengalami stres berlebihan, terutama pada ibu hamil ini dia akan memiliki peningkatkan faktor risiko terjadinya suatu abortus atau keguguran."
"Jadi semakin dia stresnya berlebihan, yang terkadang mungkin stresnya tidak disadari, itu ada suatu faktor risiko terjadinya keguguran," jelas dr. Hafi.
Berikut ini suplemen untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil, klik di sini untuk membelinya.
Baca juga: Manfaat Makan Pisang untuk Ibu Hamil, Salah Satunya Dapat Meredakan Mual dan Muntah
Menurut dr. Hafi, saat stres terjadi, tubuh akan memberi tahu kepada otak dan otak akan mengeluarkan suatu hormon.
Salah satu hormon di sini adalah hormon kortisol, yang merupakan respon terhadap suatu faktor stres fisik ataupun stres emosional.
Kondisi ini akan menyebabkan tubuh mengeluarkan bahan kimia seperti triptase.
Triptase ini akan memengaruhi kondisi janin, kondisi plasenta, kemudian juga akan mengaktivasi HPA atau hipotalamus hipofisis adrenal, yang akan mempengaruhi janin itu sendiri.
"Memang yang ada kita harus mengelola atau memanajemen stres itu secara baik," imbau dr. Hafi.