Padahal, guru-guru sudah mencoba untuk menahan siswa tersebut untuk tidak memilih keluar sekolah SMP.
"Tapi, susah," ujarnya. "Karena, kata orang tuanya itu, anaknya sudah enggak mau bersekolah lagi karena malu."
Baca juga: Milestones Bayi 4 Bulan: Sudah Bisa Mengenali Ayah dan Bunda dari Kejauhan, Bisa Meniru Ekspresi
Dinas terkait: bukan karena pembelajaran saat SD
Dikonfirmasi TribunJabar, Kasi SMP di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran, Supri, mengaku belum mengecek ke lapangan.
Namun, dia menjelaskan bahwa hal ini bukan karena pembelajaran semasa duduk di sekolah dasar.
"Tapi, sebetulnya itu bukan karena sistem," ujar Supri dihubungi Tribunjabar.id melalui WhatsApp, Kamis (3/8/2023) malam.
"Jadi, ini mah lebih ke kemauan anaknya. Terus, motivasi orang tua dan mungkin dari ketelatenan gurunya juga," katanya.
Dan sebenarnya, siswa-siswa itu semuanya di sekolah umum dan bukan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Sebenarnya, mereka itu anak-anak yang normal dan mungkin kalau semua pihak mau bekerja keras terutama dari lingkungan keluarga.
"Terus di sekolahnya dari bapak ibu gurunya, ya insyaallah mungkin tidak akan ada (tidak ada siswa yang tidak bisa membaca). Walaupun mungkin, tetap biasanya suka ada. Tapi, tidak akan banyak," ucap Supri.
Baca juga: Lansia di Malang Diamuk Massa, Ternyata Salah Sasaran, Korban Hanya Ingin Melerai Kerusuhan
Pendapat pengamat pendidikan
Pengamat Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Profesor Cecep Darmawan meragukan masih ada anak setingkat SMP di Pangandaran belum bisa membaca.
Anak kelas VII, VIII, dan IX di SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kabupaten Pangandaran, itu disebut Koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS) tidak bisa membaca lantaran tidak maksimal mengikuti pembelajaran saat pandemi Covid-19.
"Pandemi hanya dua tahun, artinya kalau sekarang dia kelas dua SMP, masa dari kelas satu sampai kelas lima SD tidak baca," ujar Cecep saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (3/8/2023).
Informasi ini, kata dia, harus dipastikan kebenarannya. Kalau pun benar, ini menjadi fenomena yang luar biasa dan harus menjadi perhatian semua pihak.
"Saya agak meragukan, bagaimana seseorang apalagi ini dalam jumlah banyak tidak bisa baca. Kan kalau tidak bisa baca berarti tidak bisa menulis juga. Kalaupun benar tidak bisa baca sama sekali, artinya ini kejadian luar biasa," ucapnya.
Menurutnya, kalau pun benar masih ada puluhan anak tidak bisa baca, maka standardisasi penjaminan mutu di sekolah dasar itu tidak berjalan dengan baik.
"Padahal di situ ada kepala sekolah, pengawas, KCD, dan disdik. Berarti tidak berjalan sebagaimana mestinya, kalau benar begitu," katanya.
Baca juga: Ada Pelajar SMP di Pangandaran Tidak Bisa Membaca, Ini yang akan Dilakukan Dewan Guru Sekolah
Pihak sekolah dan dinas pendidikan pun harus melakukan evaluasi, mencari tahu faktor apa yang membuat puluhan anak SMP sampai tidak bisa membaca.
"Saya kira bukan karena Covid-19, kalau akibat Covid berarti semua. Jangan pakai alasan Covid, ini ada standardisasi di sekolah itu yang tidak berjalan," ucapnya.
*Artikel ini diolah dari TribunJabar.id
(TribunHealth.com)