Ya, jasad ulama Indonesia itu masih utuh sehingga tidak bisa dibongkar.
"Inilah makam ulama Indonesia K.H. Maimun Zubair," kata Alman Mulyana dalam videonya yang diunggah pada 6 April 2023 .
Kata Alman Mulyana bahwa makam di Mala tersebut empat tahun sekali dibongkar.
"Banyak ulama Indonesia mau dibongkar tapi jasadnya utuh seperti halnya K.H. Maimun Zubair atau Mbah Moen," katanya.
"Kalau jasadnya utuh itu abadi sampai Yaumul Akhir dan tidak akan pernah diangkat," bebernya.
Namun jasad di makam lainnya dibongkar dan akan digantikan dengan jasad yang baru.
Baca juga: Simak Beberapa Cara Mencegah Anemia yang Harus Diketahui
Lantas siapakah sosok Mbah Moen sebenarnya?
Semasa hidupnya, Mbah Moen pernah menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang.
Mbah Moen merupakan putra pertama dari pasangan suami istri yang bernama KH Zubair Dahlan dan Hj. Mahmudah.
Sejak kecil, Mbah Moen dibimbing langsung oleh ayahandanya yang merupakan seorang ulama dan murid dari As-Syeikh Sa’id Al-Yamany Al-Maliky dan As-Seikh Hasan.
Diantara ilmu yang beliau pahami dan hafal adalah yang biasa digunakan di kalangan santri, seperti Ilmu Shoraf, Nahwu, Fiqh, Manthiq, Balaghah, Ilmu Syarah dan lainnya.
Di usia sekitar 17 tahun, KH. Maimun telah menghafal kitab-kitab Nadzam, seperti AlJurumiyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauhrotul Tauhid, Sullamul Munauroq, Rohabiyyah fil Faraidh. Serta memahami beberapa kitab fiqh yang terkenal seperti Fathul Qarib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1945, Mbah Moen menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, di bawah bimbingan KH. Abdul Karim (Mbah Manaf), KH. Mahrus Ali dan KH. Marzuqi, hingga tahun 1949.
Baca juga: Pentingnya Memilih Moisturizer dan Sunscreen Sesuai Jenis Kulit, Ini Alasannya
Kemudian pada tahun 1950 di usianya yang ke-21 tahun, Mbah Moen berangkat ke tanah suci Makkah untuk melanjutkan studi agamanya dibawah bimbingan Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, dan Syekh Abdul Qodir al-Mandaly.
Sepulangnya dari Makkah, Mbah Moen terus melanjutkan menimba ilmu ke ulama-ulama terkemuka Indonesia, seperti KH. Baidhowi, KH. Ma’shum Lasem, KH. Bisri Musthofa, KH. Wahab Chasbullah, KH. Muslih Mranggen, KH. Abdullah Abbas Buntet, Syaikh Abdul Fadhol Senori, dan ulama-ulama lainnya.
Pada tahun 1967, Mbah Moen mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar di Karangmangu, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Pondok pesantren ini memiliki santri sekitar 3.210 orang, yang terbagi atas santri laki-laki sekitar 2.456, dan santri perempuan berjumlah 754 orang, dengan tenaga pengajar 72 orang.
Dari pesantren ini, Mbah Moen berhasil mencetak banyak ulama-ulama besar Indonesia, seperti KH. Abdul Wahid Bandungsari, KH. Zuhrul Anam, KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, KH Sya’roni dan lainnya.
Gus Baha diketahui sering mendapingi Mbah Moen untuk berbagai keperluan hingga menjadi murid kesayangannya.
Baca juga: CARA MUDAH Cek Penerima Bansos PKH 2023 Tahap 3, Klik Link cekbansos.kemensos.go.id
Selain itu, Mbah Moen bukan hanya sebagai tokoh penting Nahdlatul Ulama’, ia bahkan pernah menjadi Rais Syuriyah PWNU Jateng, serta menjadi Mustasyar PBNU hingga akhir hayatnya, yakni pada Selasa, 6 agustus 2019 di Mekah.