Kades baiknya fokus memaksimalkan kinerja dalam masa jabatan yang terbatas tersebut. Dibanding mengurusi perpanjangan masa jabatan, yang utama diperbincangkan adalah pembenahan dan pengembangan desa: mengoptimalkan dana desa untuk bidang kesehatan, infrastruktur, pendidikan, dan bidang kesejahteraan rakyat lainnya.
Satgas Dana Desa perlu aktif mengawasi dan menjalankan perannya supaya kinerja dan anggaran desa dilakukan secara terbuka dan bertanggung jawab.
Berbarengan dengan itu, pembenahan pada proses Pilkades perlu menjadi perhatian. Kaji ulang mekanisme penyelenggaraan Pilkades.
Selama ini Pilkades pelaksanaannya dikoordinasi oleh Panitia Pemilihan Desa tingkat kabupaten, yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada bupati/kepala daerah.
Celah bupati dan pemerintah desa untuk intervensi sangat terbuka. Tak heran, banyak kades yang dihasilkan adalah mereka yang berkepentingan dan sejalan dengan kepala daerah.
KPU bisa ditugaskan untuk menyelenggarakan Pilkades, begitu juga Bawaslu untuk mengawasi.
Dengan lembaga independen, akan meminimalisasi celah intervensi dan peluang untuk melahirkan kades yang kredibel lebih terbuka.
Praktik demokrasi bahkan di level desa pun membutuhkan kedewasaan dan kematangan. Kandidat dan warga harus mempraktikkan politik yang jauh dari sentimen, tolak politik transaksional juga identitas.
Membiasakan untuk memilih calon kades yang memiliki agenda kerja jelas dan terukur, mampu bernarasi, dan mampu memanajemen konflik.
Baca juga: WASPADA Klik Link Undangan WhatsApp, Tabungan Ibu Asal Malang Rp 1,4 Miliar Ludes
Siapa pun yang memenangkan kontestasi, warga harus belajar menerima (legowo) dengan lapang dada dan merapatkan barisan untuk mewujudkan kemajuan desa.
Di sisi lain, kades terpilih tidak menempatkan kelompok berbeda sebagai musuh dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Sikap ini diharapkan akan membantu meminimalisasi ekses polarisasi. Hubungan dengan perangkat desa lainnya akan mudah terjalin secara sinkron tanpa waktu lama dan program-program desa juga bisa dilaksanakan.
Sepatutnya perpanjangan masa jabatan kades tak layak diperbincangkan lagi. Peluang demokrasi kita untuk terkikis pun mengecil dengan mencegah pemusatan kekuasaan.
Kades bisa menggunakan kekuatan masa jabatannya yang terbatas itu untuk bersiasat mencipta sesuatu yang lebih baik.
Bukan justru layaknya revisi ini yang mengarah pada kemungkinan kedua: menghancurkan yang sudah baik.
BEM Fisipol Unika Mamuju Sebut Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Tak Perlu
Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) sembilan tahun dan dapat dipilih dua kali.
Dikutip dari Tribun-Sulbar.com, kesepakatan tersebut disampaikan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan kedua UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Baleg DPR, pada Kamis, 23 Juni 2023.
Menanggapi hal tersebut, Ketua BEM Fisipol Unika Mamuju, Yasir menolak masa jabatan kepala desa untuk diperpanjang.
"Jika diperpanjang, desa akan kembali berdaptasi dengan aturan dan akan memicu masalah baru bagi desa," ujarnya saat dikonfirmasi Tribun-Sulbar.com, Selasa (4/7/2023).