TRIBUNHEALTH.COM - Difteri adalah infeksi yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae, dan menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan.
Bakteri penyebab difteri juga mampu mempengaruhi kesehatan kulit.
Penyakit difteri termasuk menular dan infeksi serius yang mampu mengancam jiwa.
Difteri dapat tersebar melalui partikel udara, benda milik pribadi, peralatan ruah tangga yang terkontaminasi, dan menyentuh luka yang terinfeksi bakteri penyebab difteri.
Penyakit difteri ditandai dengan munculnya selaput berwarna abu-abu yang melapisi tenggorokan dan amandel.
Jika tidak segera mendapatkan penanganan, bakteri difteri bisa mengeluarkan racun yang dapat merusak organ seperti jantung, ginjal, dan otak.
Baca juga: Waspada Endometriosis, Jangan Abaikan Nyeri Haid Berkepanjangan
Difteri tergolong dalam penyakit menular berbahaya, dan bisa mengancam jiwa.
Difteri dapat terjadi pada pasien dengan semua usia, termasuk pada anak-anak dan orang dewasa.
Seseorang bisa tertular difteri jika tidak sengaja menghirup atau menelan air liur yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk ataupun bersin.
Penularan difteri juga bisa melalui benda yang terkontaminasi dengan air liur penderita difteri, seperti gelas dan sendok.
Terdapat tiga klasifikasi difteri yakni:
- Suspect difteri
Baca juga: Sering Ragu Keamanan Menggunakan Pembalut, Tampon, atau Menstrual Cup? Begini Penjelasan Dokter
Klinis yang khas seperti demam, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, pseudo membran yang berdarah jika diangkat.
Suspect harus segera ditatalaksana secepatnya dan diberi anti difteri serum.
- Probable difteri
Gejala seperti pada suspect difteri dan menyebabkan kematian, tetapi memiliki riwayat kontak kurang dari 2 minggu dengan penderita difteri positif.
- Konfirm difteri dengan laboratorium
Klinis tidak ada, namun laboratorium PCR menunjukkan adanya kuman positif disaluran hidung dan nasofaring.
Apabila seorang anak mengalami gejala difteri, maka yang harus dilakukan oleh orangtua adalah harus segera ke dokter.
Baca juga: Pentingnya Skrining Sindrom Hipotiroid Kongenital pada Bayi Baru Lahir Guna Cegah Stunting
Karena, jika hari pertama sudah terdeteksi maka bisa menekan angka kematian sampai hanya 1%.