TRIBUNHEALTH.COM - Indonesia merupakan pusat endemi untuk banyak sekali penyakit tropis, salah satunya adalah demam berdarah.
Endemi merupakan istilah dari epidemiologi yang mengatakan bahwa endemi merupakan suatu penyakit yang memang sudah biasa terjadi di daerah setempat.
Endemi dikatakan berbahaya jika sudah menjadi epidemi. Epidemi merupakan kejadian luar biasa (KLB) dalam waktu bersamaan banyak sekali penderitanya dan saling menular.
Salah satu penyakit endemi adalah demam berdarah. Demam berdarah penyebabnya adalah virus yang bernama virus dengue.
Demam berdarah mempunyai empat serotipe dan demam berdarah tidak langsung mengenai manusia tanpa vektor, sehingga demam berdarah memiliki perantara.
Perantara dari demam berdarah adalah nyamuk yang bernama Aedes Aegypti.
Dilansir TribunHealth.com, Dokter, filsuf, ahli gizi komunitas, dr. Tan Shot Yen memberikan penjelasan dalam tayangan YouTube Tribunnews program Malam Minggu Sehat.
Baca juga: Jelang Musim Hujan, dr. Tan Shot Yen Ingatkan soal Demam Berdarah, Fogging Bukan Solusi Terbaik
Dalam penjelasannya tersebut, dr. Tan menyampaikan jika demam berdarah tidak langsung mengenai manusia, melainkan harus ada perantara yang dinamakan vektor.
Ia menyebutkan bahwa vektor ini yang harus dihambat supaya tidak menjadi perantara penularan virus tersebut.
dr. Tan Shot Yen menjelaskan ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypti sebagai berikut.
- Nyamuk memiliki warna coklat kehitaman
- Memiliki panjang kurang lebih 3-4 cm
- Kaki nyamuk bersisik dan terdapat garis putih keperakan
- Memiliki dua garis vertikan di kiri dan kanan
- Hidup di tempat yang sejuk dan lembab
- Bertelur di air jernih
dr. Tan menyampaikan jika demam berdarah terjadi akibat gigitan nyamuk tersebut, setelah seseorang mengalami gigitan nyamuk kemudian virus akan masuk ke dalam tubuh dan terjadi reaksi yang bernama viremia.
Viremia adalah suatu kondisi dimana darah kita dipenuhi dengan replika virus.
Sel darah putih di dalam tubuh akan berusaha memerangi virus tersebut yang kemudian darah putih akan mengelurakan sitokin dan interferon.
Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang terkena virus memiliki gejala yang mirip-mirip.