Harusnya, hal itu bisa menjadi titik balik untuk berhenti merokok.
"Tapi kecanduannya yang manggil, itu yang repot. Jadi kalau kita mau telusuri zaman dulu mau di Cina, mau di Amazon, di peradaban Indian di Amerika Selatan, Maya, mereka juga punya kebiasaan kayak hisap tembakau dan sebagainya."
"Tapi yang nomor satu sekali, yang perlu kita pahami, bahwa zaman sekarang kita sudah mempunyai banyak sekali penelitian, yang memang menunjukkan bahwa rokok itu lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya."
Tetapi kondisi di lapangan tidak demikian.
Perokok muda Indonesia justru termasuk yang paling banyak.
Baca juga: Mengenal Third-Hand Smoke, Residu Rokok yang 20 Kali Lebih Berbahaya pada Bayi
"Itu yang pertama. Dan kedua adalah kita mulai berpikir bahwa di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, perokok ini mempunyai masalah karena perokok mudanya makin banyak."
"Jadi kalau Anda lihat perokok termuda yang paling banyak di dunia itu justru Indonesia."
"Ngerinya bukan main gitu loh ya."
Menurut dr Tan, masalah tersebut masih agak kompleks dan panjang.
Pertama, masih banyaknya iklan tentang rokok di pinggir jalan.
Baca juga: Soal Pecandu Rokok yang Makin Tinggi di Indonesia, Dokter: Ini Sudah Tidak Berkaitan dengan Medis
"Betapa liarnya iklan yang ada di tanah air kita itu. Jadi kalau seandainya ada di Jalan Raya Thamrin-Sudirman DKI memang gak bakal ada ya. Tapi mestinya kalau pemimpin daerah itu pada apa turun gitu ya ke Jalan Raya Bekasi, tempat saya, Jalan Raya Serpong Waduk itu yang namanya iklan rokok itu bukan main."
Bahkan sampai ada iklan rokok yang mencantumkan harga perbatang.
"Menurut saya itu udah nggak sopan sama sekali ya. Jadi boleh dibilang bahwa iklan, kalau diteliti iklan rokok sudah mulai mundur jamnya lebih malam."
"Tetapi kalau seandainya di jalan raya masih begitu masif, kok saya rasa itu akan menjadi counter attact."
Apa lagi harga rokok di Indonesia terbilang murah.
"Hanya sekitar hitungan 1000-1500 rupiah perbatang."
"Itu anak kecil aja bisa beli dan Indonesia nggak punya kontrol 'siapa' yang penting kan kalau jualan di warung di warung anak-anak dateng, anak remaja, anak sekolah, mau beli masa dibilang 'Dek mana ktp-nya kam?'" keluh dr Tan.
(TribunHealth.com/Ahmad Nur Rosikin)