TRIBUNHEALTH.COM - Tim pengabdian dari Universitas Negeri Semarang (UNNES) bersinergi dengan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos KBPP) Kabupaten Pemalang untuk mewujudkan Kabupaten Layak Anak melalui kegiatan pengabdian yang bertajuk “Penguatan Keterampilan Psychological First Aid (PFA) pada Kader PPPA di Kabupaten Pemalang”.
Kegiatan ini digelar di Sasana Bhakti Praja, Setda Pemalang, pada Selasa (12/06/2025), yang diikuti oleh para kader dari berbagai wilayah di Kecamatan Pemalang.
Tim Pengabdian LPPM UNNES di ketuai oleh Prof. Dr. Rofi Wahanisa, S.H., M.H. (Fakultas Hukum) dan beranggotakan Rahmawati Prihastuty,. S. Psi,. M. Si,; Dyah Ayu Rahmawati,. S. Psi,. M. A, dan Pradipta Christy Pratiwi,. S. Psi,. M. Psi (Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi)
Sekretaris Dinsos KBPP Kabupaten Pemalang, Supadi,. A. Ks. MH dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari ikhtiar Pemalang untuk memperkuat perlindungan terhadap anak, yang hingga kini masih menghadapi angka kekerasan cukup tinggi.
Ia berharap pelatihan ini dapat meningkatkan kapasitas kader sebagai ujung tombak penanganan kasus di lapangan.
“Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim dari UNNES yang telah berkenan bekerja sama. Harapannya, Pemalang bisa naik dari predikat Kota Layak Anak kategori Nindya ke tingkat lebih tinggi menuju Utama dan Kota Layak Anak,” ujarnya.
Senada dengan itu, dalam sambutannya Ketua Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Pemalang Dra. Henifah Heriyanto, menyampaikan pentingnya peran kader dalam mendeteksi dan merespons kasus kekerasan terhadap anak secara cepat dan tepat.
“Kader adalah kepanjangan tangan pemerintah. Melalui peningkatan kapasitas ini, kami berharap para kader lebih tanggap dan sigap dalam menghadapi kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan masing-masing,” tegasnya.
Ketua tim pengabdian UNNES, Prof. Rofi Wahanisa S.H., M.H. menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang pengabdian masyarakat.
Ia menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari penelitian sebelumnya yang menyoroti pentingnya intervensi awal pada korban kekerasan anak.
“Kader diharapkan mampu memberikan Psychological First Aid sebagai pertolongan pertama secara psikologis kepada korban kekerasan, sebelum merujuk ke layanan profesional,” jelasnya.
Kegiatan diawali dengan pre-test yang dipandu oleh Iis Amalia, S. Psi, M. Psi, psikolog dari DP3AKB Kota Semarang untuk mengukur pemahaman awal para peserta, yang kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang Psychological First Aid.
Peserta tampak antusias dan aktif dalam diskusi, terutama saat membahas pengalaman mereka menangani berbagai kasus kekerasan seksual terhadap anak di lapangan.
Dalam pemaparan materi, dijelaskan bahwa PFA merupakan langkah awal yang dapat dilakukan oleh siapa pun, bukan hanya psikolog.
Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak psikologis korban yang berada dalam kondisi krisis.
Prinsip utama dalam PFA mencakup: melihat situasi dan kondisi, mendengarkan korban secara empatik, serta memberikan informasi tentang layanan professional sesuai kebutuhan.
“Penanganan yang salah di tahap awal justru dapat memperburuk kondisi psikologis anak,” ungkap Iis Amalia.
Ia juga mengingatkan bahwa pendamping atau kader boleh membagikan pengalaman kasus jika merasa butuh cerita kepada orang lain, maupun pembelajaran, namun tetap wajib menjaga kerahasiaan identitas korban.
“Pendamping harus menjaga prinsip confidentiality. Bila merasa lelah secara emosional, kader juga perlu memberi jeda pada diri sendiri, karena keberhasilan PFA dimulai dari pemahaman terhadap kondisi diri,” ujarnya.
Sesi diskusi menjadi bagian yang paling menyentuh, salah satunya ketika Suprihati, seorang peserta, membagikan kisah tentang anak korban kekerasan seksual oleh ayah kandungnya.
Ia mengungkapkan bahwa kasus itu tidak kunjung selesai dan justru berdampak pada kehancuran rumah tangga korban serta penolakan dari keluarga.
Menanggapi hal ini, Iis Amalia menekankan bahwa dalam menangani korban, penting untuk tidak menghakimi atau memberikan saran secara sepihak, lebih utamakan menggunakan Empati daripada Simpati “Kita cukup mendengarkan dan menanyakan seperti apa bentuk keadilan yang diharapkan oleh korban.
Jangan memberikan nasihat seperti 'yang sabar ya' atau 'harusnya kamu begini'. Fokus pada dampak psikologis dan pemulihan,” jelasnya.
Sehingga dengan diadakannya pengabdian semacam ini para kader PPPA dapat dibekali keterampilan praktis dan wawasan mendalam agar lebih siap menjadi garda terdepan dalam mewujudkan Kabupaten Pemalang sebagai Kabupaten Layak Anak yang aman, ramah, dan bebas dari kekerasan.
*Rilis tim pengabdian kepada masyarakat Universitas Negeri Semarang