TRIBUNHEALTH.COM - Demensia ialah hilangnya fungsi kognitif seperti berpikir, mengingat, dan bernalar.
Fungsi-fungsi tersebut termasuk memori, keterampilan bahasa, persepsi visual, pemecahan masalah, manajemen diri, serta kemampuan untuk fokus.
Perlu diketahui jika demensia disebabkan oleh kerusakan sel-sel otak.
Kerusakan tersebut mengganggu kemampuan sel-sel otak untuk berkomunikasi satu sama lain.
Pada saat sel-sel otak tidak bisa berkomunikasi secara normal, maka fungsi otak seperti berpikir, berperilaku dan mengatur perasaan bisa terpengaruh.
Pasalnya demensia dikelompokkan berdasarkan kesamaannya.
Baca juga: Berikut Takaran Gizi Lansia, Ahli Gizi Juga Beberkan Kandungan Makanan yang Perlu Dihindari

Hal ini disampaikan oleh Dokter Spesialis Neurologi, dr. Ermawati Sudarsono, Sp.N yang dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 25 Juni 2022.
Baca juga: dr. Carmelita : Kebiasaan Menyentuh dan Memencet Jerawat Sendiri Memicu Terbentuknya Acne Scars
Beberapa penyakit lain memiliki kesamaan dengan demensia seperti yang disebabkan oleh reaksi terhadap obat-obatan atau kekurangan vitamin.
Pemeriksaan anamnesa demensia
Dalam mendeteksi gejala-gejala ini memerlukan rangkaian pemeriksaan tertentu.
Berdasarkan penuturan dr. Ermawati Sudarsono, Sp.N ada banyak hal yang perlu dilakukan dalam mendeteksi demensia.
"Yang pertama kan kita lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Di anamnesa dan pemeriksaan fisik itu kita bisa tahu pasiennya mengalami minimal kan tadi ada gangguan memori ditambah dua atau lebih gangguan kognitif yang lain, apakah ada pasien itu mengalami gangguan orientasi," ulasnya.
"Jadi tidak tahu waktu, terus gangguan atensi atau perhatian, gangguan bahasa apakah terjadi gangguan menulis, membaca gitu kemudian terjadi gangguan fisopasial apa tidak, pasien dilakukan perintah sederhana bisa atau tidak, apakah terjadi gangguan eksekutif. Pasien diberikan suatu masalah komplek atau apakah pasien bisa menyelesaikan masalah keuangan atau tidak, gitu," ucap dr. Ermawati.
Baca juga: Bisakah Kanker Usus Menurun Secara Genetik? Begini Kata dr. Kaka Renaldi Sp.PD-KGEH

Baca juga: Berbicara Tentang Faktor, Apakah yang Memicu Vitiligo? Ini Penjelasan dr. Arini Widodo Sp.KK
Pemeriksaan fisik demensia
Kemudian dari pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko terjadinya demensia.
"Jadi apakah pasien pernah kena pernah kena stroke, pernah kena darah tinggi, terus apakah ada hiperlipid, diabet dan sebagainya," terang dr. Ermawati Sudarsono, Sp.N.
Pemeriksaan penunjang demensia
Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah pasien mengalami defisiensi (kekurangan) suatu vitamin.
"Kemudian semua pemeriksaan faktor risiko yang menyebabkan demensia, seperti apakah ada gangguan lipid, pemeriksaan fungsi ginjal, fungsi hati, elektrolit," imbuhnya.
"Kemudian selain itu juga bisa dilakukan pemeriksaan penunjang, CTscan, MRI, untuk mengetahui apakah ada masalah di otak yang menyebabkan demensia," pungkasnya.
Tak hanya itu saja, perlunya melakukan pemeriksaan fungsi kognitif secara sederhana juga harus dilakukan.
Jadi untuk mendiagnosa suatu demensia perlu dilakukan pemeriksaan mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan berbagai pemeriksaan penunjang.
Baca juga: Pentingnya Rajin Kontrol ke Dokter Gigi meskipun Tidak Mengalami Masalah pada Rongga Mulut

Baca juga: Apakah Demensia dan Pikun Itu Sama? Begini Pemaparan dr. Ermawati Sudarsono, Sp.N
Biasanya dokter juga akan melakukan pemeriksaan genetik untuk memeriksa apolipoprotein E4 (APOE) yang berkaitan dengan demensia.
"Jadi memang kompleks untuk pemeriksaannya," tambah dr. Ermawati Sudarsono, Sp.N.
Baca juga: Awas, Masalah pada Enamel Seringkali Tidak Disadari, Dokter Ungkap Cara Deteksinya
Penjelasan Dokter Spesialis Neurologi, dr. Ermawati Sudarsono, Sp.N dilansir oleh Tribunhealth.com dalam tayangan YouTube Tribun Health program Healthy Talk edisi 25 Juni 2022.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lainnya tentang kesehatan di sini.