TRIBUNHEALTH.COM - Bagi sebagian orang epilepsi dianggap sebagai penyakit menular.
Padahal secara medis, epilepsi bukanlah penyakit yang menular.
Epilepsi merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf pusat akibat aktivitas listrik yang abnormal.
Gangguan epilepsi ini bisa terjadi pada siapapun dan sering berulang.
Biasanya epilepsi bermula sejak usia anak-anak.
Dalam dunia kedokteran epilepsi sering dikatakan sebagai suatu bangkitan yang berulang lebih dari satu kali dan jarak antara atu bangkitan dengan bangkitan selanjutnya lebih dari 24 jam tanpa propokasi.
dr. Felix mengatakan bangkitan, bukan kejang karena tidak semua epilepsi berbentuk kejang.

Baca juga: Relining atau Rebasing Perawatan untuk Gigi Palsu yang Digunakan Jangka Panjang? Beini Ulasan Dokter
Contoh bangkitan epilepsi bisa ditandai dengan mengunyah-ngunyah atau hanya ditandai pergerakan tangan saja dalam keadaan sadar.
Faktor resiko dari terjadinya epilepsi dibagi menjadi dua, yakni muncul pada saat usia anak-anak dan mncul akibat penyakit tertentu.
Epilepsi yang muncul pada usia anak-anak perlu diketahui apakah bayi tersebut lahir prematur untuk mengetahui resiko terjadinya epilepsi.
dr. Felix menyampaikan bahwa bayi yang lahir prematur dan tidak menangisa saat lahiran memiliki resiko untuk terjadi suatu epilepsi.
Secara genetik juga menyumbang faktor resiko terjadinya epilepsi walaupun tidak terlalu banyak.
Baca juga: Waspada, Luka yang Tidak Diketahui dan Tidak Terasa, Bisa Jadi Asal Mula Luka Diabetes
Seseorang yang mengalami epilepsi pada usia dewasa karena penyakit tertentu seperti tumor otak, infeksi otak, atau stroke juga memiliki resiko terjadinya epilepsi.
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain atau penggunaan alkohol secara berlebihan dapat memicu terjadinya suatu epilepsi.
Gejala epilepsi dapat terjadi dengan tanda-tanda yang khas seperti:
- Kebingungan sementara
- Tatapan mata kosong
- Gerakan menyentak pada kaki dan tangan
- Hilang kesadaran
- Merasa takut dan cemas
Baca juga: Tak Selalu Menandakan Gejala Suatu Penyakit, Batuk Bisa Dikarenakan Naiknya Asam Lambung
Jika epilepsi terjadi karena infeksi otak perlu dilakukan pemeriksaan cairan otak.
Epilepsi yang terjadi karena trauma kepala perlu dilakukan CT-Scan kepala untuk mengetahui apakah adanya suatu perdarahan dikepala.
MRI juga dikatakan sangat penting untuk kasus epilepsi agar mengetahui apakah adanya suatu gangguan pada struktur otak tersebut.
dr. Felix menyampaikan bahwa yang paling penting adalah EEG untuk mengetahui apakah ada gangguan aliran listrik pada otak.
Pada kasus-kasus yang terjadi kejang, penolong tidak diperbolehkan merasa panik dan harus tetap tenang.
Perlu menajga situasi sekitar agar tetap tenang dan menjauhkan dari kerumunan.
Baca juga: Remaja Rentan Mengalami Gangguan Kesehatan Mental, Berikut Tanda yang Perlu Diperhatikan Orangtua
Karena pada saat kejang, pasien mengalami Hipoksia atau kekurangan oksigen.
Disarankan untuk menjauhkan benda-benda berbahaya disekitar orang yang mengalami kejang.
Ketika kejang sudah berhenti, disarankan memiringkan posisi pasien dan bertujuan untuk mengeluarkan air liur dan mencegah lidah pasien agar tidak jatuh kebelakang sehingga bisa menyumba saluran nafas.
Ini disampaikan pada channel YouTube KompasTV bersama dengan dr. Felix Adrian, Sp. N. Seorang dokter spesialis neurologi. Jumat (26/3/2021)
(TribunHealth.com/Putri Pramesti Anggraini)