TRIBUNHEALTH.COM - Penyandang disabilitas acapkali menerima stigma dari masyarakat.
Mereka dianggap terlalu lemah dalam menjalankan fungsinya ketika berada di tengah masyarakat.
Padahal hal tersebut tidaklah benar dan bisa membuat penyandang disabilitas merasa kesulitan untuk mengambil perannya bersama masyarakat.
Baca juga: Pemeriksaan yang Perlu Dilakukan pada Penyandang Disabilitas menurut dr. Vincentius Yoshua, Sp.KFR
Oleh karena itu, dokter rehabilitasi medik dan psikiatri mengambil langkah penanganan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Berikut ini simak penjelasan dari dr. Vincentius Yoshua, Sp.KFR.

Ia merupakan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
Vincentius lahir di Jakarta, 5 Mei 1983.
Sementara ini, dirinya hanya menjalankan praktek di Rumah Sakit (RS) St. Carolus Summarecon Serpong.
Baca juga: Profil dr. Vincentius Yoshua, Sp.KFR yang Berpraktek di RS St. Carolus Summarecon Serpong
RS St.Carolus Summarecon Serpong beralamat di Gading Golf Boulevard Kavling 08, Gading Serpong, Cihuni, Kecamatan Pagedangan, Tangerang.
Sebelum berprofesi sebagai seorang dokter, Vincentius sempat mengenyam pendidikan dokter umum di Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat.
Kemudian untuk mendapatkan gelar spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, ia menempuh pendidikan di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.
Tanya:
Dokter bila dokter spesialis fisik dan rehabilitas bekerjasama dengan psikiatri, penanganan seperti apa yang bisa diberikan pada pasien disabilitas?

Baca juga: Contoh Pemeriksaan Medis yang Bisa Diberikan pada Penyandang Disabilitas
Ade, Solo.
dr. Vincentius Yoshua, Sp.KFR Menjawab:
Banyak sekali yang bisa kita lakukan.
Karena disabilitas ini sudah suatu stigma di masyarakat.
Di mana kalau seseorang dengan disabilitas, "Aduh mau naik lift, dia naik kursi roda bikin lama. Mestinya dibikinin tempat sendiri". Stigma masyarakat seperti itu.

Baca juga: Tidak Selalu Diartikan Cacat, Berikut Berbagai Penyebab Disabilitas yang Perlu Diketahui
Nah bagaimana masyarakat bisa stand up untuk melawan stigma tersebut.
Jadi maksudnya tidak jadi depresi, bisa segar, bisa "oh nggak papa sekarang saya udah ada rem" atau "oh nggak papa, silahkan duluan saya belakangan".
Sehingga pasien berani untuk melakukan aktivitasnya (fungsinya) di dalam masyarakat, untuk melawan stigma-stigma yang seperti itu.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Berhak Mendapat Vaksin COVID-19, Begini Penjelasan dr. Reisa Broto Asmoro
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)