TRIBUNHEALTH.COM - Talasemia adalah penyakit yang terjadi akibat kelalainan pada pembentukan sel darah merah.
Seseorang yang menderita Talasemia harus melakukan pengobatan seumur hidup.
Namun rupanya, efek samping pengobatan yang dilakukan bisa menyebabkan penderita berisiko mengalami kematian.
Baca juga: Waspada Komplikasi pada Talasemia, Ini yang Penting Diketahui dari dr. Olga Rasiyanti Siregar
Untuk mengetahui lebih dalam, simak penjelasan dari dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K).
Olga merupakan Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi.
Ia lahir di Medan, pada 2 Maret 1983.

Saat ini dirinya tengah menjabat sebagai Staf Bagian Ilmu Kesehatan Anak (Pediatri) di Universitas Sumatera Utara, Medan, sejak 2008.
Sub Program Spesialis Hematologi Onkologi Departemen Pediatri tersebut, berhasil ia peroleh setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang ia tempuh selama 1 tahun sejak 2016.
Tepat satu tahun sebelumnya, dirinya juga telah menjalankan Fellowship of International Hemophilia Treatment Centre, Pusat Darah Negara, di Kuala Lumpur, Malaysia.
Baca juga: Profil Olga Rasiyanti Siregar, Dokter Spesialis Anak Konsultan Hematologi Onkologi dari Medan
Gelar spesialis anak ia dapatkan setelah menyelesaikan pendidikan selama 5 tahun (2007-2012) di Departemen Pediatri, Universitas Sumatera Utara.
Serta sebelumnya pada 2007-2010 ia mengejar gelar Magister Kedokteran Klinis setelah lulus dari Fakultas Kedokteran di universitas yang sama.
Wanita yang banyak menghabiskan masa kecil di Medan ini, aktif mengikuti kegiatan seminar di berbagai wilayah Indonesia hingga luar negeri.
Tanya:
Dokter apakah Talasemia bisa menyebabkan kematian?

Lala, Solo.
dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K). Menjawab:
Penyakit ini bisa (menyebabkan kematian).
Terutama karena efek dari transfusi itu sendiri.
Baca juga: Berbeda dengan Penyakit Infeksi, Derajat Keparahan Talasemia Tidak Tergantung Perjalanan Penyakit
Karena transfusi itu sifatnya seumur hidup.
Jumlah transfusi ini tergantung dengan berat badan dan kadar hemoglobin.

Jadi semakin dewasa dan semakin banyak berat badan, maka transfusi yang dibutuhkan semakin banyak.
Di dalam transfusi itu ada zat besi yang melayang-layang.
Zat besi kalau di dalam tubuh atau yang kita sebut dengan reseptor, itu cuma segitu-segitu aja. Nggak mungkin bertambah seiring usia.
Baca juga: Menurut dr. Lugyanti Sukrisman Ada Beberapa Kasus Transfusi Darah yang Sebabkan Reaksi Transfusi
Dengan bertambahnya transfusi, maka makin banyak zat besi yang melayang-layang.
Zat besi yang melayang dan tidak ditangkap oleh reseptor tubuh, kita takutkan bisa di jantung.
Jadi yang tadi degupnya dup dup dup, tetapi karena terlalu banyak zat besi didalamnya, maka akan melemah lalu lama-lama tidak berdetak.

Maka angka kematian paling banyak terhadap Talasemia adalah Kardiomiopati atau kelainan dari jantung itu sendiri.
Salah satu tata laksana selain transfusi adalah pengikat zat besi.
Obat ini harus dimakan seumur hidup, begitu pula dengan transfusi.
Baca juga: Perdarahan Gusi Bersifat Spontan Selain Akibat Gingivitis Bisa Dikarenakan Adanya Kelainan Sistemik
Dia butuh transfusi, tetapi transfusi juga bisa menyebabkan risiko.Jadi dia harus rajin makan obat sejak kecil.
Kepatuhan ini yang membuat penderita menjadi dilema. Karena semakin bertambah usia, dia akan semakin malas dan bosan.
Maka akhirnya efeknya mengalami kematian akibat kelebihan zat besi.
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)