TRIBUNHEALTH.COM - Sosok Kepala Desa yang masih berusia 25 tahun menjadi sorotan.
Pasalnya, kades muda asal Klaten, Jawa Tengah, ini terpilih tanpa menggunakan politik uang.
Bahkan dirinya harus mengalahkan 15 calon lainnya dalam Pilkades.
Dirinya mengakui harus melepas beasiswa S2-nya ke luar negeri demi mengikuti Pilkades.
Semua itu dilakukan karena desakan warga agar dirinya maju.
Dilansir Tribunhealth.com dari TribunJabar dan TribunJogja, berikut ini fakta-faktanya.
Baca juga: Pesulap Merah Bongkar Insiden Kotak Suara Pilkades Mengeluarkan Asap Tebal, Bukan karena Ilmu Hitam
Kalahkan 15 calon, termasuk petahana
Dia adalah Sabiq Muhammad Kepala Desa Prawatan, Kecataman Joginalan, Klaten.
Sabiq dilantik bersama kepala desa lainnya di Pendopo Pemerintah Kabupaten Klaten, Rabu (27/9/2023).
Bahkan, ia berhasil mengalahkan petahana dengan selisih suara yang cukup jauh.
“Sebenarnya, itu di luar prediksi karena Prawatan terkenal dengan 15 calon. Saya tidak ada persiapan sejak awal,” kata Sabiq ditemui usai pelantikan, Selasa (3/10/2023).
Diakuinya, ia mendaftar menjadi calon kepala desa di menit-menit terakhir atau sekitar 30 menit sebelum penutupan atas desakan masyarakat dan keluarga.
Lepaskan beasiswa S2
Sabiq mengaku tidak pernah bercita-cita menjadi seorang kepala desa.
Rencananya, ia akan akan menjadi master di bidang pertanian karena mendapat beasiswa pascasarjana di China Agricultural University.
Namun ia ikhlas mengubur mimpinya yang mendalam itu.
“Di tanggal 4 September ini, sebenarnya saya harus berangkat ke China. Saya dapat beasiswa ke China Agricultural University. Namun, karena desakan masyarakat, saya harus melepas beasiswa itu,” terang dia Rabu (27/9/2023), dikutip dari Tribun Jogja.
Ia pun harus berhadapan dengan Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia, pemberi beasiswa tersebut.
“Ya, saya dapat teguran, tapi memang ini pilihan. Dari tesis saya, itu bisa jadi program pertanian di desa. Meskipun saya sarjana hukum, tapi sudah punya niat untuk lanjut ke pertanian,” ungkap pemuda kelahiran Maret 1998 ini.
Keputusannya memilih untuk ikut pemilihan kepala desa (pilkades) juga dipertanyakan oleh kedua orang tuanya.