TRIBUNHEALTH.COM - Kebijakan tilang emisi yang baru dilakukan akhir-akhir ini menuai perhatian publik.
Lantaran banyak pengendara yang terkena tilang emisi mengaku kesal dengan kebijakan pemerintah ini.
Pengamat pun menilai jika kebijakan tilang emisi ini membuat pemerintah seperti tak punya konsep.
Pemerintah dinilai seperti 'kebakaran jenggot' dengan adanya tilang emisi ini.
Baca juga: 7 Provinsi Ini Kembali Menggelar Program Pemutihan Pajak Kendaraan, Balik Nama Gratis
Melansir TribunJatim, seperti diketahui, publik akhir-akhir ini diarahkan untuk melakukan uji emisi kendaraan, baik untuk roda dua maupun empat.
Tilang emisi ini disebut guna menekan kadar polusi udara di ibu kota.
Namun praktik uji emisi tersebut justru menuai kritikan usai pemerintah dan kepolisian memberlakukan sistem tilang kepada pengendara yang tak lolos.
Lantaran pengendara yang tak lolos uji kini harus membayar denda tilang sebesar Rp250.000-Rp500.000, alih-alih diminta melakukan servis.
Padahal uji emisi tersebut mulanya dilakukan secara sukarela oleh pengendara.
Namun kini, kesukarelaan tersebut justru bak jebakan yang menjerumuskan pengendara ke meja pengadilan.
Terkait kritik pedas masyarakat tersebut, Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) Jawa Barat sekaligus pengamat kebijakan publik, Agus Subagyo, menanggapi.
Baca juga: Sosok 3 Pengemis Kaya Raya di Bogor, Ada yang Bawa Mobil Pribadi hingga Memiliki Cek Rp 1 Miliar
Ia mengatakan jika pemerintah tak mempunyai konsep yang sistematis dalam pelaksanaan tilangnya.
"Terkesan pemerintah tidak responsif, namun reaktif. Setiap ada persoalan yang viral, baru semacam 'kebakaran jenggot' dengan tiba-tiba lakukan tilang emisi," ujarnya.
"Yang seolah-olah tidak punya konsep yang sistematis dalam pelaksanaan tilangnya," ujar Agus Subagyo saat dihubungi Warta Kota, Minggu (3/9/2023).
Menurut Agus, adanya tilang emisi seperti itu justru memungkinkan oknum aparat memanfaatkan hal tersebut untuk mencari uang di jalanan.
"Kebijakan tilang emisi ini menjadi semacam alat bagi oknum aparat untuk mencari uang di jalanan."
"Dan seolah-olah mencari kesalahan pengendara kendaraan, sehingga akhirnya berujung 'damai' di tempat," ujarnya.
"Jangan sampai tujuan kebijakannya bagus, namun praktik pelaksanaannya malah dimanfaatkan oknum aparat untuk mencari uang," lanjutnya.
Baca juga: Dilamar Muridnya Sendiri, Guru Madrasah Ini Risih Akhirnya Blok Nomor dan Kini Pindah Sekolah
Terlebih lagi, lanjut Agus, sasaran kendaraan yang diuji emisikan adalah kendaraan tua.
Tak ayal, banyak masyarakat menengah ke bawah yang justru menjadi sengsara atas kebijakan tersebut.