Hanya si bungsu yang dibawa oleh ibunya ke Jakarta. Ia lulusan SMP di Babakan Lor, Cikedal, Pandeglang.
Baca juga: Dihujat Murah, Harga Souverir Ngunduh Mantu Denny Caknan & Bella Bonita Terungkap
Ketika lulus SMP, ia ingin melanjutkan ke STM supaya bisa segera bekerja.
Kalau lulus, keinginannya agar bisa meringankan beban emaknya. Namun, keinginan itu tidak tersampaikan.
Ia disekolahkan di Madrasah Aliyah, harus mondok. Ia tidak suka.
Berulangkali ia meninggalkan pesantren karena tidak betah dan selalu teringat beban emaknya.
Meski berulangkali kabur, berulangkali pula, dia dikirim pulang ke pesantren.
Sang emak hanya yakin dengan belajar agama, anak laki-lakinya akan menjadi orang yang berguna.
Namun apa daya, pada kelas tiga, Deni melarikan diri dan akhirnya memilih menjadi kernet truk yang disopiri saudaranya – truk ekspedisi di Cikarang, Jabar. Anak kedua ini hanya mempunyai cita-cita jadi sopir bis, dan tidak mau bersekolah.
Mengalami 'shock therapy' karena uang hasil jerih payahnya ditolak dan dibuang oleh sang emak, ia sadar harus menyelesaikan SMAnya.
Ia ingin memenuhi harapan ibunya. Deni akhirnya menempuh ujian persamaan (Paket C) lulus dari PKBMN 21 di yang berlokasi di Karet Tengsin, Jakarta.
"Mental saya sudah tertempa sejak kecil. Saya tidak malu mengakui siapa keluarga dan latar belakang saya. Dan, ketika saya kembali dari Vatikan, saya menghadapi kenyataan baru yakni, emak tidak berjualan kopi di Tanah Abang lagi. Lutut emak sakit harus banyak istirahat. Emak pulang ke kampung di Pandeglang," ucapnya.
"Tetapi, emak tetap berjualan kopi di rumah. Kiosnya di Tanah Abang dikontrakin. Emak sudah tua. Beliau tidak hanya menjadi tumpuan bagi dua anaknya, tetapi emak juga menjadi tumpuan bagi keluarga kandungnya,” imbuh Deni Iskandar.
"Saya ingin mempunyai mental seperti emak. Saya menyerahkan hidup kepada Allah. Dia yang telah memberi saya pengalaman iman yang luar biasa dengan dimampukan bersekolah di Roma dengan beasiswa lagi. Apakah saya akan Kembali ke Roma lagi, hanya Allah yang tahu,” ujar Deni. Setelah menyelesaikan beasiswanya dari Yayasan Nostra Aetate, Deni Iskandar mendapat tawaran beasiswa untuk bersekolah di Universitas Kepausan, St Thomas Aquinas, Angelicum di Roma.
Namun, kendala tetap ada. Meski sekolah sudah didapat tetapi belum tentu bisa kembali ke Roma. Deni harus mencari dukungan finansial untuk penginapan dan kebutuhan hidup selama di Roma.
Deni meyakini semua sudah ada jalannya termasuk pertemuannya dengan Rm Markus Solo Kewuta SVD dari Yayasan Nostra Aetate.
Ia mengaku bahwa Rm. Markus Solo, satu-satunya pejabat Vatikan yang berasal dari Indonesia, adalah orang tua 'rohaninya'.
Dirinya belajar banyak tentang hidup dari Rm Markus Solo.
“Saya ini orang kampung, ndeso.. tetapi beliau mengajari saya tentang hidup.. hidup dalam arti sesungguhnya. Beliau menasehati saya, untuk tetap menjadi Islam sebagaimana emak menghendaki. Ketika saya meninggalkan Islam, menurut Padre Marco, program pendidikan saya di Roma telah gagal,” pungkas Deni.
(TribunHealth.com)