TRIBUNHEALTH.COM - Mantan Kepala Desa di Banten korupsi dana desa hingga hampir Rp 1 miliar untuk foya-foya dan nikah lagi.
Eks Kades bernama Aklani itu diketahui menikah menggunakan uang korupsi.
Dirinya mengaku kini sudah punya 4 istri dan 20 orang anak.
Selain korupsi uang desa hingga Rp 925 juta, dia juga mengabaikan hak staf dan karyawan kantor desa.
Mereka mengaku tak mendapatkan gaji dari Pak Kades sewaktu masih aktif.
Uang korupsi hampir Rp 1 miliar itu diperoleh dari anggaran dana desa tahun 2015-2021.
Jaksa menyebut uang itu dipakai untuk foya-foya di tempat hiburan malam.
Dilansir TribunHealth.com dari Tribunnews, berikut ini faktanya.
Baca juga: Pak Kades Usir Guru SD di Konawe meski Suami Sedang Stroke, Berujung Pingsan Sambil Gendong Anak
Cairkan dana untuk kegiatan fiktif
Eks Kades tersebut rupanya mencairkan dana meski proyeknya tidak dilaksanakan.
"Secara melawan hukum telah mencairkan anggaran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah serta Bantuan Keuangan Provinsi pada Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang Tahun Anggaran 2020," kata Jaksa Subardi saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (31/7/2023), seperti dikutip Tribun Jatim dari Kompas.com
"Namun pekerjaan atau kegiatan tidak dilaksanakan," sambung Subardi di hadapan majelis hakim yang diketuai Dedy Adi Saputra.
Subardi menyebut, pekerjaan yang tidak dilaksanakan atau fiktif yakni pekerjaan rabat beton di RT. 03, RW 04 dan RT 19 RW 05 Desa Lontar senilai masing-masing Rp 71.350.000,00 dan Rp 213.372.000,00.
Kemudian, kegiatan pemberdayaan masyarakat desa berupa kegiatan pelatihan servis handphone fiktif dengan anggaran senilai Rp 43.673.250.00.
Selain itu, kegiatan penyelenggaraan desa siaga Covid-19 pada Tahun 2020 yang tidak dilaksanakan senilai Rp 50.000.000,00.
Baca juga: Panji Gumilang Resmi Tersangka Penistaan Agama, Langsung Dihadiahi Surat Penangkapan oleh Penyidik
Gaji staf desa tak dibayarkan
Tak hanya kegiatan fiktif, honor atau gaji staf desa dan tunjangan anggota BPD senilai Rp 27.900.000,00 juga tidak dibayarkan.
"Realisasi belanja kegiatan senilai Rp47.511.300,00. Namun, belanja kegiatan tersebut merupakan pembayaran fiktif," ujar Subardi.
Dalam dakwaan itu, Aklani ternyata juga tidak menyetorkan pajak disetorkan ke kas negara senilai Rp 8.662.454,00.
Bahkan, sisa saldo kas desa pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp 462.884.503,00 diambil oleh terdakwa di tahun 2020.