Berkembang menjadi firma
Seiring perkembangan bisnis yang semakin besar dan kompleks di awal tahun pasca kemerdekaan, Tjio Wie Tay mendirikan perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku, bernama Firma Gunung Agung pada 1953.
Ide ini ditolak oleh Lie Tay San sehingga ia mundur dari kongsi tersebut.
Lalu, berdirilah Firma Gunung Agung yang ditandai dengan perhelatan pameran buku di Jakarta pada 8 September 1953.
Baca juga: 3 Kebiasaan Buruk Ini Dapat Meningkatkan Kadar Asam Urat, Salah Satunya Kurang Minum Air Putih
Berangkat dari modal Rp 500.000
Dengan modal Rp 500.000, Gunung Agung mampu memamerkan 10.000 buku, jumlah yang sangat fantastis pada masa itu.
Pameran tersebut menjadi momentum awal bisnis Toko Buku Gunung Agung pada 1953.
Setahun kemudian, Tjio Wie Tay kembali memprakarsasi pameran buku lebih megah bernama Pekan Buku Indonesia 1954.
Pada pameran buku ini pula Gunung Agung memulai tradisi penyusunan bibliografi (daftar buku lengkap) dalam bentuk katalog.
Bahkan, Gunung Agung membentuk tim khusus bernama Bibliografi Buku Indonesia yang dipimpin oleh Ali Amran yang juga menjadi kepala Bagian Penerbit PT Gunung Agung.
Baca juga: Shahnaz Soehartono Ajukan Gugatan Cerai ke Suami, Selama Ini Jarang Diterpa Gosip Miring
Perkenalan dengan Sukarno-Hatta
Melalui Pekan Buku Indonesia 1954, Tjoe Wie Tay berkenalan dengan pemimpin Indonesia saat itu, yakni Sukarno dan Hatta.
Dari perkenalan ini, Gunung Agung dipercaya untuk menggelar pameran buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa tahun 1954.
Kemudian bisnis Gunung Agung semakin membesar yang ditandai dengan pendirian gedung berlantai tiga di Jalan Kwitang Nomor 6.
Gedung ini diresmikan langsung oleh Bung Karno pada tahun 1963.
Baca juga: Gigi Sensitif Memiliki Rentang Derajat Keparahan, drg. Dessy Imbau ke Dokter Gigi Jika Sudah Parah
Pada tahun yang sama, Tjoe Wie Tay mengubah namanya menjadi Masagung.
Salah satu hal bersejarah terkait buku oleh Gunung Agung ialah penerbitan buku autobiografi Sukarno yang ditulis oleh Cindy Adams, seorang jurnalis Amerika Serikat.
Buku itu berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Penerbitan buku tentang Sukarno dilanjutkan oleh Gunung Agung sehingga dikenal sebagai penerbit buku autobiografi/biografi tokoh-tokoh bangsa Indonesia.
Baca juga: Penggunaan Lensa Kontak Tak Disarankan untuk Seseorang yang Memiliki Minus Tinggi, Ini Dampaknya
Berdiri Selama 70 Tahun