Pada orang dengan CF, mutasi pada gen CFTR dapat menyebabkan tidak adanya protein CTFR sehingga menyebabkan serangkaian masalah yang memengaruhi paru-paru dan semua organ lainnya.
Selanjutnya, Farmakologi Terapi sel dan genetik, berusaha memperbaiki akar atau sumber utama penyebab suatu penyakit pada tingkat molekuler.
Sehingga obat-obatan terutama bagaimana memperbaiki struktur genetic sehingga penyakit tersebut dapat diobati.
Selanjutnya, ilmuwan farmakologi dan biologi genetik berusaha memecahkan persoalan pengobatan kelaianan genetik dan herediter ini.
Dengan memadukan ilmu farmakologi dan biologi molekuler genetik, yang akhirnya para ilmuwan menemukan teknologi Chimeric Antigen Receptor T-Cell (CAR-T), yang telah disetujui untuk mengobati kanker darah.
Baca juga: Jangan Anggap Sepele Infeksi Gigi, drg. Yossy Yoanita Sebut Bisa Mengancam Jiwa Penderitanya
Penemuan ini melalui pendekatan yang melibatkan modifikasi genetik sel T pasien di laboratorium sebelum memasukkannya kembali ke dalam tubuh untuk melawan penyakitnya.
Hingga saat ini, telah ada 24 produk terapi seluler dan genetik yang telah mendapat persetujuan dari Food and Drug Administration (FDA).
Keberhasilan integrasi sel punca dengan organ targetnya harus menjadi perhatian untuk tujuan terapeutik sel dan genetik.
Manipulasi sel dan gen di laboratorium (ekstraksi, teknik kultur sel, dan introduksi faktor transkripsi).
Diharapkan penggunaan sel dan genetik tidak terbatas hanya untuk penyakit darah.
Berbagai penelitian terkait penggunaan terapeutik sel untuk kelainan-kelainan lainnya, yaitu pada trauma spinal cord, gagal jantung dan ginjal, degenerasi makula dan retina, ruptur tendon, osteoartritis, diabetes melitus tipe 1, penyakit pada gigi dan gusi, bahkan Alzheimer dan stroke, termasuk untuk kepentingan estetis.
Karena aplikasi terapi sel dan genetik masih memperhatikan aspek etik dan aspek sensitive lainnya, sehingga aplikasi pada manusia masih harus dilakukan riset mendalam untuk memastikan keamanan dan juga terciptanya standar protokol baku, dari tahap ekstraksi dan diferensiasi sel, produksi, sampai transfer ke target organ pasien.
Situasi serupa juga berlaku untuk perkembangan terapi CAR-T cell saat ini.
Sejumlah efek samping antara lain neurotoksisitas, cytokine release syndrome, aplasia sel B, sindrom lisis tumor, dan anafilaksis.
Aktivasi dan proliferasi CAR-T cell memicu produksi sitokin tubuh, yang jika tidak terkontrol dapat mengakibatkan gejala seperti nyeri kepala, demam dan lesu, sampai takikardi, delirium, dan syok.
Sejumlah upaya bisa dilakukan untuk meningkatkan efikasi dan keamanan terapi CAR-T cell, yaitu menggabungkan dengan terapi lain (misal: checkpoint inhibitors), memperbaiki desain reseptornya, dan membuat mekanisme safety switches melalui suicide genes untuk delesi CAR-T cell yang bereaksi tidak diinginkan pascatransfer.
Baca juga: Faktor Genetik adalah Salah Satu Faktor Risiko Kanker Payudara, Simak Ulasan dr. Sumadi Lukman Anwar
Dikutip dari pidato pengukuhan Guru Besar Prof. dr. Taruna Ikrar, M. Biomed., Ph.D. di Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati, Lampung dengan Judul ERA BARU PENGOBATAN KANKER DAN PENYAKIT DEGENERATIF, BERBASIS FARMAKOLOGI SEL DAN GENETIK: FOKUS STUDI EFEKTIVITAS VAKSIN DENDRITIK CAR-T (Chimeric Antigen Receptor T-Cell) PADA KASUS GLIOBLASTOMA.
(Tribunhealth.com/DN)
Baca berita lain tentang kesehatan di sini.