Efek Samping Konsumsi Antibiotik Tanpa Resep Dokter, Simak dr. Alia Kusuma Rachman

Penulis: Ranum Kumala Dewi
Editor: Melia Istighfaroh
Ilustrasi konsumsi obat antibiotik

"Karena masih terlalu kecil dan ada risiko reaksi obat yang berbahaya pada tubuh anak," sambung Aulia.

Lebih lanjut, antibiotik hanya bisa diberikan bila seseorang mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

Untuk mengetahui bahwa seseorang mengalami infeksi bakteri terdapat ketentuan yang perlu dipahami.

Baca juga: Tak Semua Obat Bisa Disimpan, Dokter Tegaskan Antibiotik Harus Habis Sesuai Resep

Adalah:

1. Gejala

Indikator pertama yang bisa diperhatikan adalah gejala yang dialami.

"Apakah mengalami demam tinggi atau tidak," ucap Alia.

Ilustrasi anak yang mengalami demam (health.kompas.com)

2. Pemeriksaan penunjang

Bila seseorang dinyatakan memiliki leukosit tinggi, maka ada kemungkinan dicetuskan oleh bakteri.

3. Pemeriksaan urin

Bila dilihat dari kandungan uri mengandung leukosit tinggi, maka bisa disimpulkan mengalami infeksi bakteri.

Baca juga: dr. Yan Wirayudha, Sp. THT Jelaskan Tanda-tanda Seseorang Mengalami Infeksi Tenggorokan

"Jadi harus ditentukan dahulu, benarkah memang disebabkan oleh bakteri," ungkap Alia.

Bisa Disembuhkan dengan Obat Antibiotik

Salah satu jenis obat yang terkenal banyak digunakan masyarakat, adalah antibiotik.

Antibiotik dianggap sebagai obat dari segala penyakit.

Padahal berdasarkan pernyataan Alia, antibotik hanya digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

Ilustrasi bakteri (Kompas.com)

"Jadi tidak semua penyakit harus diberi antibiotik," kata Alia.

Lebih lanjut, bila hanya mengalami batuk atau pilek, maka tak perlu tergesa-gesa memberikan pengobatan.

Apalagi dengan memberikan antibiotik untuk mengatasinya.

Baca juga: Bolehkah Menghisap Hidung Bayi saat Pilek? Ini Kata dr. S.T Andreas, M. Ked (Ped), Sp.A

Mengingat batuk dan pilek adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh virus.

Sehingga masalah kesehatan yang umum terjadi ini bisa sembuh dengan sendirinya.

Keadaan demikian disebut juga sebagai self limiting disease.

Penjelasan dr. Alia Kusuma Rachman ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Jateng.

(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)