TRIBUNHEALTH.COM - Profesi kedokteran nuklir merupakan salah satu profesi yang masih terdengar asing pada sebagian masyarakat Indonesia.
Profesi ini merupakan salah satu cabang ilmu spesialis kedokteran yang memanfaatkan radioaktif untuk melihat suatu fungsi dari organ.
Berbagai fungsi organ tersebut dideteksi untuk mengetahui berbagai penyakit yang ada pada organ.
Baca juga: Deteksi Penyakit dengan Radioaktif dari Dokter Spesialis Kedokteran Nuklir, dr. Asari Asad SpKN-TM
Dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube TribunTimur, dr. As'ari As'ad SpKN-TM menjelaskan lebih dalam mengenalkan prinsip kerja yang digunakan pada profesi kedokteran nuklir dalam mendeteksi suatu penyakit.
Berdasarkan penjelasannya, cara kerja dalam ilmu kedokteran nuklir adalah menggunakan radioaktif.
Radioaktif ini berbentuk cairan, yang kemudian akan disuntikkan pada tubuh pasien.
Tidak hanya itu saja, radioaktif ini juga bisa dimasukkan dalam tubuh dengan cara diminum dalam bentuk pil.
Selanjutnya, bila pasien telah mendapatkan suntikkan atau meminum cairan radioaktif dalam bentuk pil tersebut, maka tubuh pasien akan memancarkan sinar radiasi yang dideteksi dengan menggunakan kamera.
Baca juga: Drg. R. Ngt. Anastasia Ririen: Kerjasama Pasien yang Baik dapat Mempercepat Pemulihan Perawatan Gigi
Pada ilmu kedokteran nuklir, sinar yang digunakan dalam mendiagnosa suatu penyakit yang terdapat pada organ menggunakan sinar gama dan beta.
"Bila sudah diminum atau disuntikkan, maka pasien akan dideteksi dengan menggunakan kamera gama."
"Kamera ini berbentuk seperti CT Scan dan berjumlah dua yang bernama kamera SPECT dan PENT," sambungnya.
Untuk mendeteksi adanya suatu penyakit, kamera tersebut perlu diarahkan pada organ tertentu yang dicurigai mengalami masalah.
"Kalau kita ingin mendeteksi fungsi jantung, ya kameranya mengarah di jantung."
"Begitu pula kalau kita ingin memeriksa fungsi ginjal, ya kameranya mengarah di ginjal," terangnya.
Baca juga: Berbagai Gangguan Fungsi Organ yang Dapat Dideteksi dengan Ilmu Nuklir menurut dr. Asari Asad
Bila sudah disesuaikan, maka tubuh akan memancarkan sinar yang ditangkap oleh kamera dan memunculkan pencitraan yang ada pada layar monitor.
Hingga kemudian dokter akan mengetahui masalah atau penyakit yang ada pada suatu organ.
Pemeriksaan ini membutuhkan waktu hingga 30 menit tergantung dengan organ yang akan diperiksa.
"Kalau jantung kurang lebih 20 sampai 30 menit."
"Sedangkan kalau melihat fungsi ginjal secara keseluruhan itu kurang lebih ada yang 7 menit atau 30 menit," papar As'Ari.
Baca juga: EUA Disetujui BPOM, Rusia gandeng Fahrenheit Bangun Pabrik Sputnik V di Indonesia
Penjelasan Dokter spesialis kedokteran nuklir, dr. As'ari As'ad SpKN-TM. ini dikutip dari tayangan YouTube TribunTimur, 13 Agustus 2020.
(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)