Pak Adib, Bagaimana Pernikahan Dini Bisa Mempengaruhi Stres Psikologis & Emosional Pasangan Muda?

Penulis: Putri Pramestianggraini
Editor: Ahmad Nur Rosikin
Ilustrasi pasangan melakukan upacara pernikahan.

TRIBUNHEALTH.COM - Menikah di usia muda, khususnya sebelum 18 tahun, masih sering terjadi di sekitar kita.

Meskipun di beberapa lingkungan hal ini dianggap wajar, banyak remaja sebenarnya belum siap secara mental, emosional, maupun fisik untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Menikah terlalu dini bisa membuat mereka lebih rentan mengalami stres, kebingungan dalam menjalani peran sebagai pasangan, dan bahkan kesulitan mengurus diri sendiri.

Selain itu, persoalan keuangan juga bisa menjadi sumber masalah baru yang memicu konflik dalam rumah tangga.

Oleh karena itu, penting untuk dipahami bahwa menikah bukan hanya soal usia, tetapi juga soal kesiapan dan kedewasaan dalam menghadapi kehidupan bersama.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh pernikahan dini terhadap kesehatan mental, kita bisa bertanya langsung dengan psikolog berkompeten seperti Adib Setiawan S. Psi., M.Psi.

ilustrasi melangsungkan pernikahan (freepik/bristekjegor)

Baca juga: Apakah Pernikahan Dini Berkontribusi pada Peningkatan Risiko Gangguan Cemas dan Depresi Pak Adib?

Adib merupakan seorang psikolog keluarga dan pendidikan anak.

Ia memiliki sebuah yayasan yang bernama Praktek Psikolog Indonesia.

Pertanyaan:

Pak Adib, bagaimana pernikahan dini bisa mempengaruhi tingkat stres psikologis dan emosional pasangan muda? Terutama dalam menghadapi tekanan dan tanggung jawab dalam pernikahan.

Edo, di Semarang

Adib Setiawan,S.Psi., M.Psi menjawab: 

Masalah muncul ketika kita tidak mampu memecahkan masalah. 

Ketidakmampuan memecahkan masalah dipengaruhi oleh pendidikan, wawasan, budaya.

Baca juga: Masalah Mental Apa Saja yang Dialami Pasangan yang Melangsungkan Pernikahan Dini Pak Adib?

 Tentunya semakin tinggi pendidikan seseorang, wawasannya akan semakin luas. 

Sebenarnya pendidikan itu tidak harus formal, pendidikan bisa juga non formal. 

Misalnya ikut paket A, paket B, paket C, belajar di madrasah. Bisa saja dia lebih dewasa kalau belajar tentang kehidupan. 

Belajar tentang kehidupan tidak harus di sekolah. 

Belajar dengan orangtua, paman, tetangga, belajar dengan studi kasus bisa. 

Orang yang menikah muda, 10 tahun ke depan bisa belajar dari lingkungan sekitar. 

Halaman
123