TRIBUNHEALTH.COM - Demi meningkatkan kemandirian pada anak penyandang autisme, Kouji Genki Project Cafe hadir sebagai tempat yang berupaya mengaplikasikan keterampilan para individu autisme menjadi seorang barista, dan juga mengajarkannya untuk bekerja secara mandiri.
Di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir dari situs Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan spektrum autisme (autisme spectrum disorder) atau ASD mencapai sekitar 2,4 juta orang.
Persepsi masyarakat terhadap anak autisme dalam bersosialisasi seperti sulitnya berkomunikasi dengan normal, sifatnya yang kaku dan repetitif, atau bahkan terjadi gangguan terkait fungsi sensoriknya, tentu sedikit banyak menjadi hambatan mereka dalam mengekspresikan kemampuannya.
Melalui talk show "Everyone is special even those with special needs" yang merupakan salah satu acara yang diselenggarakan oleh JCI Nusantara bersama dengan JCI Femme dan JCI Jakarta, yakni WFA (Walk For Autism) pada Minggu 23 Juni 2024, membuka pandangan masyarakat bahwa penyandang autisme juga dapat beraktivitas secara normal dan mandiri.
Baca juga: 6 Manfaat Berjemur di Pagi Hari, Bisa Meningkatkan Suasana Hati hingga Atasi Penyakit Kulit
Dalam kesempatan tersebut, Kouji Santoso Eto, selaku owner dari Kouji Genki Project Cafe yang juga penyandang autisme, memberitahu niat dan tujuannya membuka cafe tersebut.
"Aku ingin memberi kesempatan kepada teman-teman penyandang autisme untuk bekerja", papar Kouji sapaan akrabnya.
Selain itu, Kouji Genki Project Cafe juga berhasil memberikan pelatihan dan kesempatan kerja untuk ketiga penyandang autisme, yakni Erdiwa Wiralaga Wirengjurit, Muhammad Fadillah Harahap, dan Nadhif Rizky Rahmatullah untuk menjadi seorang barista.
Menariknya, dalam Kouji Genki Project Cafe ini, terdapat satu ruangan yang disebut calming room, yaitu ruangan untuk menenangkan diri.
Seperti yang diketahui bahwa salah satu tantangan penyandang autisme adalah sulitnya mengendalikan emosi sehingga ruangan tersebut digunakan untuk mengatur emosi.
Project Director WFA Jakarta 2024, yakni Chyntia Iswantoro memaparkan bahwa salah satu tujuan diselenggarakannya program ini yaitu menciptakan awareness dan acceptance untuk anak-anak autisme.
Melalui acara WFA, diharapkan dana yang terkumpul dapat digunakan untuk terapi kepada penyandang autisme yang kurang mampu.
Adapun main event dari WFA (Walk for Autisme), akan diselenggarakan pada 28 Juli 2024 di Plaza Senayan.
Maka dari itu, diselenggarakannya talk show ini memberikan keyakinan kepada semua orang tua dengan anak autisme, serta masyarakat luas bahwa penyandang autisme juga bisa hidup mandiri dengan mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain melalui berbagai pelatihan.
(Tribunhealth.com)