TRIBUNHEALTH.COM - Kanker serviks adalah penyakit keganasan yang banyak dialami wanita Indonesia.
Namun sayangnya, tak banyak masyarakat yang menyadarinya terlebih terkait penyebab penyakit kanker serviks bisa terjadi.
Menurut penuturan dr Henry Jerikho Maruli, Sp.O.G, kanker serviks dapat terjadi disebabkan oleh virus HPV (Human Papillomavirus).
Baca juga: Cegah Kanker Serviks, Dokter: Walaupun Takut, Deteksi Lebih Baik daripada Mengobati
Seperti Virus Corona, HPV juga memiliki beberapa varian.
Diketahui varian HPV yang sering menyebabkan kanker serviks adalah varian 16 dan 18.
"Penyebabnya adalah dia (virus HPV) menginfeksi dan menyebar ke sel-sel leher rahim."
"Lalu membuat sel-sel itu menjadi ganas dan menyebar ke sel-sel ganas di sekitarnya," jelas Henry dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Cirebon.
Imbasnya sel-sel yang ganas tersebut membentuk massa (tumor).
Transmisi virus ini bisa terjadi pada saat berhubungan seksual.
Dengan demikian, secara harafiah penyebutan kanker serviks kemungkinan besar disebabkan oleh faktor hubungan seksual.
Baca juga: Beragam Cara Antisipasi Infeksi Jamur pada Organ Intim, Ikuti Tips dr. As Zuhruf Rudhuwan
Walaupun pada beberapa kasus, ditemukan seorang remaja perempuan yang belum pernah berhubungan seksual ditemukan sel-sel ganas ini (kanker serviks).
Namun begitu, kasus ini harus diulas lebih lanjut.
Segera Deteksi
Jangan pernah merasa malu memeriksakan diri, apalagi di era modern seperti ini.
"Zaman saat ini kita harus lebih aware dan singkirkan rasa malu untuk memeriksakan ke tenaga kesehatan," imbau Hendry .
Diharapkan, kesadaran ini tidak hanya berlaku pada penyakit kebidanan dan kandungan, tetapi juga pada bidang lain seperti masalah psikologis.
Misalnya jika mulai mengalami stres yang berlebih, segera konsultasi dengan psikolog atau pskiater.
Baca juga: Kanker Leher Rahim, Samakah dengan Kanker Serviks? dr. Anik Suryaningsih Sp.OG Menjawab
Ia pun juga menerangkan, kerapkali menemui pasien yang datang takut dan malu dalam menerima kondisi yang dialami. Padahal deteksi lebih baik daripada mengobati.
"Pencegahan akan selalu lebih baik dari pengobatan," tegas Henry.
Henry tak heran akan kondisi tersebut, dirinya menyadari untuk mengatasi hal ini merupakan tugas dari para tenaga medis profesional.