TRIBUNHEALTH.COM - Kanker serviks merupakan penyakit yang paling banyak mengintai wanita dewasa.
Penyakit ini memiliki sejumlah tanda yang bisa dideteksi sejak dini untuk mencegah kondisi semakin serius.
Selain ditandai dengan gangguan keputihan, banyak disebutkan bahwa kanker serviks bisa disebabkan oleh siklus menstruasi yang tidak lancar. Benarkah demikian?
Baca juga: Beragam Dampak Bisa Terjadi jika Melakukan Pernikahan Dini, Termasuk Rentan Alami Kanker Serviks
Dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Cirebon, dr. Henry Jerikho Maruli, Sp.O.G memberikan tanggapannya.
Menurutnya, pernyataan yang menganggap bahwa siklus menstruasi tidak lancar menjadi tanda kanker serviks sangat tidak tepat.
"Jadi bukan menstruasi untuk kanker serviks, salah. Yang benar adalah pendarahan," ucao Henry.
Karena perlu diketahui, pada wanita terdapat dua hormon (ekstrogen dan progesteron) yang saling bersinergi untuk mengatur terjadinya sikluas menstruasi.
Pada wanita sehat, siklus menstruasi terjadi secara teratur pada 24 sampai 35 hari sekali dengan durasi 3 sampai 8 hari. Dengan tanpa disertai nyeri perut yang berlebih.
Baca juga: Wanita yang Sedang Menstruasi Bisa Saja Mengalami Kram Perut hingga Suasana Hati yang Mudah Berubah
Berbeda jika seorang wanita yang memiliki indikasi kanker serviks, maka akan mengalami pendarahan di luar siklus menstruasi..
Namun sayangnya sering diartikan sebagai siklus menstruasi yang panjang bagi para penderita.
Selain itu juga merasakan nyeri saat berhubungan dan keluar darah setelah berhubungan intim bersama pasangan.
"Begitu sudah bertemu dengan dokter, itu tidak akan didiagnosis sebagai menstruasi yang normal lagi namun dinyatakan pendarahan dari jalan lahir," jelas Henry.
Segera Deteksi
Jangan pernah merasa malu memeriksakan diri, apalagi di era modern seperti ini.
"Zaman saat ini kita harus lebih aware dan singkirkan rasa malu untuk memeriksakan ke tenaga kesehatan," imbau Hendry .
Baca juga: Bagaimana Cara Mencegah Kanker Serviks? Berikut Ulasan dr. H. Teuku Mirza Iskanar, Sp.OG
Diharapkan, kesadaran ini tidak hanya berlaku pada penyakit kebidanan dan kandungan, tetapi juga pada bidang lain seperti masalah psikologis.
Misalnya jika mulai mengalami stres yang berlebih, segera konsultasi dengan psikolog atau pskiater.
Ia pun juga menerangkan, kerapkali menemui pasien yang datang takut dan malu dalam menerima kondisi yang dialami. Padahal deteksi lebih baik daripada mengobati.
"Pencegahan akan selalu lebih baik dari pengobatan," tegas Henry.
Henry tak heran akan kondisi tersebut, dirinya menyadari untuk mengatasi hal ini merupakan tugas dari para tenaga medis profesional.