TRIBUNHEALTH.COM - Sirkumsisi dikenal oleh masyarakat Indonesia bernama sunat.
Tindakan sunat biasa dikerjakan oleh dokter spesialis urologi.
Biasanya sunat memang dianjurkan untuk kaum pria, terutama yang memiliki agama Islam.
Baca juga: dr. Irmadani Intan Mengulas Pengertian Sunat dan Beberapa Alasan Dilakukannya Sirkumsisi
Namun selain indikasi agama, sunat juga sangat dianjurkan bagi seseorang yang mengalami fimosis patologis.
Walau banyak indikasi yang menganjurkan sunat dilakukan, namun rupanya ada sejumlah kondisi yang sebaiknya tidak melakukan sirkumsisi.
Untuk mengetahuinya, simak penjelasan dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U.
Rizki lahir di Pekanbaru, 3 Agustus 1988.
Ia adalah seorang dokter spesialis urologi di Rumah Sakit (RS) Nirmala Suri, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sebelumnya, ia pernah menjalankan praktek sebagai dokter umum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) kota Dumai (2012-2013) dan RS Mitra Paramedika Sleman (2013-2014).
Baca juga: Profil dr. Rizki Muhammad Ihsan, Dokter Spesialis Urologi dari RS Nirmala Suri Sukoharjo
Rizki merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia pada 2011.
Kemudian pada 2014, ia kembali melanjutkan program pendidikan dokter dengan spesialisasi Urologi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebelum berprofesi sebagai seorang dokter, Rizki sempat mengenyam berbagai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) di sejumlah daerah.
Tanya:
Adakah kondisi yang tidak dianjurkan untuk melakukan sunat dokter?
Baca juga: Sunat Bisa Atasi Infeksi Saluran Kemih, Benarkah? Ini Kata dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U
Ana, Solo.
dr. Rizki Muhammad Ihsan, Sp. U Menjawab:
Kontraindikais ya istilahnya, berarti jangan dilakukan.
Jadi pada kasus kelainan bawaan, misalnya pada hipospadia atau epispadia.
Jadi hipospadia itu lubang kencing penis tidak di ujung pedis.
Sehingga operator sirkumsisi atau orangtua melihat tidak normal tampilan penisnya, sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter spesialis urologi.