TRIBUNHEALTH.COM - Pernikahan di usia muda, khususnya sebelum 18 tahun, masih sering ditemui di tengah masyarakat.
Walaupun dalam beberapa budaya hal ini dianggap lumrah, faktanya banyak remaja belum memiliki kesiapan mental, emosional, dan fisik untuk menjalani kehidupan berumah tangga.
Menikah terlalu dini bisa membuat seseorang merasa terbebani, bingung menjalani peran barunya sebagai pasangan, bahkan kesulitan dalam merawat dirinya sendiri.
Selain itu, masalah ekonomi juga kerap menjadi tantangan, yang dapat memicu konflik dalam hubungan.
Pernikahan bukan hanya soal umur, tapi juga soal kesiapan dan kedewasaan dalam membangun kehidupan bersama.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh pernikahan dini terhadap kesehatan mental, kita bisa bertanya langsung dengan psikolog berkompeten seperti Adib Setiawan S. Psi., M.Psi.
Baca juga: Apa Pesan Pak Adib Terkait Maraknya Pernikahan Dini yang Masih Terjadi di Beberapa Wilayah?
Adib merupakan seorang psikolog keluarga dan pendidikan anak.
Ia memiliki sebuah yayasan yang bernama Praktek Psikolog Indonesia.
Pertanyaan:
Pak Adib, apakah benar pernikahan itu perlu kesiapan mental, finansial dan keahlian?
Anton, di Banten
Adib Setiawan,S.Psi., M.Psi menjawab:
Dalam pernikahan yang terpenting adalah kesiapan.
Kesiapan Anda yang tau ya Anda sendiri. Mulai dari kesiapan mencari uang dan lain-lain.
Dalam pernikahan itu sebenarnya saling memahami antara suami dan istri.
Baca juga: Bagaimana Pernikahan Dini Memengaruhi Identitas dan Kemandirian saat Masa Eksplorasi Diri, Pak Adib?
Sepanjang bisa saling memahami, mencari nafkah bersama, masih oke ya.
Hanya saja terkadang sulit bagi beberapa orang, karena saling memahami itu tidak mudah.
Kebanyakan orang saling mengharapkan, sehingga muncul konflik.
Tapi kalau kita saling mengalah dan saling memberi itu lebih baik.
Profil Adib Setiawan,S.Psi., M.Psi.
Baca tanpa iklan