TRIBUNHEALTH.COM - Puluhan santriwati di Lombok, Nusa Tenggara Barat dirudapaksa oleh dua pimpinan pondok pesantren.
Sebanyak 41 santriwati diiming-imingi masuk surga jika mau melakukan hal tak terpuji dengan dua pimpinan pondok tersebut.
Bahkan, kedua pimpinan pondok pesantren tersebut juga meminta puluhan santriwatinya untuk bersedia dinikahi kontrak.
Setelahnya puluhan santri tersebut dirudapaksa oleh pimpinan pondok pesantren.
Baca juga: Ini Dia Potret DRS, Selingkuhan Wakil Bupati Rokan Hilir yang Digerebek Saat Berduaan di Kamar Hotel
Berjalannya waktu, para santriwati tersebut akhirnya sadar jika dirinya ditipu oleh pimpinan pondok pesantren.
Mendapatkan laporan akan hal tersebut, polisi segera bergegas mengusut kasus tersebut.
Kini kedua pimpinan ponpes yang menjadi pelaku diringkus oleh kepolisian setempat.
Salah satu pelaku yakni LMI yang merupakan satu di antara ketua yayasan di ponpes tersebut.
Diketahui, LMI telah ditangkap polisi pada Kamis (4/5/2023).
Sedangkan satunya adalah HSN, yang menjabat sebagai pimpinan ponpes.
HSN ditangkap pada Selasa (16/5/2023) dengan keadaan pasrah.
Menurut Kapolres Lombok Timur AKBP Hery Indra Cahyono, korban masih di bawah umur alias anak-anak.
Dalam melakukan aksinya, LMI membujuk korban dengan cara mengajak nikah mut'ah alias kawin kontrak.
Pada kasus ini, pelaku mengajaknya kawin kontrak tanpa saksi.
Baca juga: KEJI Ibu Anggota DPR Bambang Hermanto Ternyata Dibunuh ART, Tega Bunuh Majikan Karena Sakit Hati
Selain itu, kedua pelaku juga menjanjikan surga jika bersedia melakukannya.
Tak hanya mencabuli korban, LMI juga sering memutarkan film dewasa di dalam ponpes dengan dalih pengajian seksual.
Film ini ditonton santri dan santriwati secara bersamaan.
LMI meminta para santri dan santriwati untuk membayangkan adegan dalam film dewasa tersebut.
Sebelumnya, warga sekitar ponpes tidak mengetahui adanya kegiatan yang menyimpang dari ajaran agama di dalam ponpes.
Warga hanya mengetahui LMI bisa mengobati penyakit dan mengajar di dalam ponpes.
Pria 40 tahun tersebut juga jarang bertegur sapa dengan warga.
Para santri dan santriwati yang ada di dalam ponpes berasal dari luar desa.
Hal itu membuat warga tidak mengetahui adanya pencabulan di sana.
Kedua pimpinan ponpes tersebut telah dibawa ke Polda NTB dan ditunjukkan dalam konferensi pers, Selasa (23/5/2023).
Atas perbuatannya, kedua pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kini pelaku akan diganjar hukuman berat atas perbuatannya.
Baca juga: Rupanya Ini Kandungan Infus Whitening yang Diyakini Dapat Memutihkan Kulit
Keduanya terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Selain itu, pelaku juga terancam denda paling banyak Rp 5 miliar. (Tribunhealth.com/tribunnewsmaker)