Metode Penanganan Nyeri IPM Aman bagi Ibu Hamil? Cari Tahu Jawabannya dari dr. Isrun Masari. Sp.An

Penulis: Ranum Kumala Dewi
Editor: Melia Istighfaroh
Ibu hamil, apakah aman melakukan metode IPM saat mengalami nyeri? Berikut simak tanggapan dokter.

Disebutkan bahwa metode ini baru bisa dilakukan jika metode pemberian obat dan fisioterapi tak lekas memberikan perbaikan pada kondisi pasien.

Ilustrasi dokter yang melakukan metode pengobatan (freepik.com)

Namun demikian, rupanya tak melulu harus melewati tahap terapi pemberian obat dan fisioterapi, pasien juga dapat langsung menjalani teknik IPM ini.

Penanganan IPM dapat diberikan jika seorang pasien tidak bisa mengonsumsi obat.

Karena secara alur, jika seorang pasien mengeluhkan nyeri maka penanganan yang akan ditawarkan pertama kali oleh dokter adalah obat, selagi tidak ada kontraindikasi.

Baca juga: Apa Boleh Mengkombinasikan Obat dari Dokter dengan Obat Herbal? Ini Kata dr. Devie Kristiani

"Misalnya memiliki asam lambung, karena obat-obatan nyeri bisa memperberat maghnya," ucap Isrun.

Begitupula jika pasien menderita penyakit ginjal dan memiliki alergi yang sama halnya akan memicu masalah jika diberikan obat pereda nyeri

Bahkan kata Isrun, terdapat pasien yang belum mencoba meminum obat tetapi ingin langsung diberikan interveni suntik dengan IPM.

Hal ini pun bukan menjadi masalah, maka dokter juga akan mengikuti kehendak pasien.

Ilustrasi resep dokter (Pixabay)

Dengan demikian, pasien yang mengalami keluhan nyeri bisa segera mendapatkan penanganan IPM, tanpa harus menjalani proses konsumsi obat dan fisioterapi.

"Jadi langsung ke IPM jika pasien tidak mendapatkan respon dari obat-obatan," ungkap Isrun.

Intervensi Nyeri Kronik

Intervensi manajemen nyeri merupakan suatu teknik mengatasi masalah nyeri langsung pada pencetus nyeri muncul.

Misalnya nyeri bahu, pada bahu terdapat berbagai otot yang berperan menyebabkan nyeri tersebut timbul.

Baca juga: Apakah Manajemen Nyeri Intervensi atau IPM Dapat Sembuhkan Saraf Kejepit? Begini Ulasan dr. Isrun

Intervensi ini menjadi solusi jika dalam penanganan nyeri kronik tak ada perbaikan setelah dokter menganjurkan pasien mengonsumsi obat.

Jika terus dipaksa menggunakan obat, maka akan menimbulkan efek samping pada organ. Seperti gangguan ginjal atau lambung.

"Berbeda dengan manajemen nyeri intervensi, obat langsung diberikan pada sumbernya," imbuh Isrun.

Ilustrasi seseorang yang mengalami nyeri tulang belakang (freepik.com)

Agar tidak salah penempatan, maka dokter akan menggunakan alat bantu dengan USG (Ultrasonografi).

Saat ini USG sangat berkembang, maka bisa dilakukan untuk membantu mendeteksi kelainan otot dan sendi.

Baca juga: Apakah Nyeri Perut Ada Kaitannya dengan Usus Buntu?

"Dengan USG kita tahu, adanya robekan, saraf bermasalah atau sendi mengalami peradangan," tambah Isrun.

Selain itu dengan USG bisa menjadi panduan pada jarum yang akan digunakan untuk ditempatkan pada target nyeri yang dituju.

Penjelasan dr. Isrun Masari. Sp.An., FIPM. CIPS ini dilansir Tribunhealth.com dari tayangan YouTube Tribun Jabar Video.

(Tribunhealth.com/Ranum Kumala Dewi)