TRIBUNHEALTH.COM - Ketidakmampuan untuk orgasme bisa membuat frustrasi dan mungkin berdampak pada hubungan rumah tangga.
Kondisi ini dikenal sebagai disfungsi orgasme, dilansir TribunHealth.com dari Healthline.
Pada wanita, disfungsi orgasme juga dikenal sebagai anorgasmia atau gangguan orgasme wanita.
Kendati jauh lebih jarang terjadi, kondisi ini juga bisa menimpa pria.
Banyak wanita mengalami kesulitan mencapai orgasme dengan pasangan, bahkan setelah banyak rangsangan seksual.
Baca juga: Medical Sexologist Ungkap 70 Persen Wanita Indonesia Tak Pernah Capai Orgasme, Kuncinya Posisi Ini
Baca juga: Meski Sanggup Orgasme 3 Kali, Kebanyakan Wanita Tak Puas Berhubungan Suami Istri, Salah Posisi?
Studi menunjukkan disfungsi orgasme mempengaruhi 11 hingga 41 persen wanita.
Namun, mungkin penderita masalah ini dapat mencapai klimaks lagi dengan perawatan yang tepat.
Penting untuk mengetahui bahwa orang yang mengalami masalah ini tidak sendirian.
Banyak wanita menghadapi disfungsi orgasme di beberapa titik dalam hidup mereka.
Jika tengah memiliki disfungsi orgasme, melakukan terapi bisa membantu.
Bagian dari terapi individu atau pasangan berfokus pada bagaimana pasien memandang hubungan seksual.
Bertemu dengan terapis dapat membantu pasien dan pasangan belajar lebih banyak tentang kebutuhan dan keinginan seksual satu sama lain.
Ini juga akan mengatasi masalah hubungan atau stres sehari-hari yang mungkin berkontribusi pada ketidakmampuan untuk orgasme.
Atasi penyebabnya
Baca juga: Apakah Foreplay Penting untuk Membantu Wanita Mencapai Orgasme?
Baca juga: Medical Sexologist Beberkan Manfaat Foreplay, Bantu Perempuan Capai Orgasme dan Hindari Cedera
Mengatasi penyebab mendasar ini dapat membantu mencapai orgasme di masa depan.
Wanita mungkin mengalami kesulitan mencapai orgasme karena faktor fisik, emosional, atau psikologis.
Selain hubungan dengan pasangan, faktor yang berkontribusi mungkin termasuk:
- usia yang lebih tua
- kondisi medis, seperti diabetes
- riwayat operasi ginekologi, seperti histerektomi
- penggunaan obat-obatan tertentu, terutama inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) untuk depresi
- keyakinan budaya atau agama
- perasaan malu
- rasa bersalah karena menikmati aktivitas seksual
- sejarah pelecehan seksual
- kondisi kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan
- stres
- harga diri yang buruk
Baca berita lain tentang kesehatan umum di sini.
(TribunHealth.com/Nur)